Opini

Wartawan Jangan Dibodohi Teknologi AI

IndonesiaGlobal.Net
×

Wartawan Jangan Dibodohi Teknologi AI

Sebarkan artikel ini
Wartawan Jangan Dibodohi Teknologi AI
Foto Ilustrasi

Dua jalan bercabang. “AI cepat saji” tapi penuh jebakan, satu jalan “Jurnalistik sejati” dengan cahaya kebenaran.

Di tengah derasnya arus digitalisasi, teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) hadir menawarkan kemudahan. Mesin mampu merangkai kalimat, menyusun data, bahkan menciptakan ilustrasi gambar dalam sekejap. Namun di balik itu, tersimpan jebakan berbahaya bagi wartawan. Tentunya potensi kehilangan jati diri dan nilai luhur profesi akan hilang.

Untuk diketahui, profesi wartawan sejatinya bukan hanya sekadar penyusun kata. Wartawan ialah saksi zaman, penyampai kebenaran, dan pengawal nurani publik. Tugas itu mustahil digantikan mesin. Alasannya, berita itu bukan hanya soal kecepatan, melainkan kejujuran, kedalaman, dan empati.

“Ingat, AI tidak mengenal rasa, tidak paham konteks sosial, dan tidak bisa menakar dampak moral dari satu kalimat.” Mengandalkan AI secara buta, itu ibarat menyerahkan pena pada mesin dingin yang buta nurani.

Terutama sekali akan terjadi, wartawan bisa terjebak dalam jebakan praktis copy-paste hasil mesin tanpa verifikasi. Kemudian melupakan kerja lapangan, dan pada akhirnya hanya menyajikan “produk cepat saji” tanpa nilai jurnalistik. Ini adalah bentuk pembodohan diri.

Teknologi memang boleh digunakan sebagai alat bantu. Namun tolong diingat, sebagai wartawan kita wajib menjadi tuan, bukan budak.

Dalam menulis jangan sepenuhnya diserahkan AI, sebab nantinya kebodohan akan merundung kita. Apalagi saat kita mengambil Uji Kompetensi Wartawan (UKW), kegiatan diselenggarakan oleh lembaga diakui Dewan Pers, untuk menilai dan mengukur kemampuan serta profesionalisme wartawan di Indonesia

Boleh gunakan AI, tapi ingat, gunakan sebagai teman kerja untuk mencari referensi. Di zaman teknologi kekinian, sebagai wartawan jangan sepenuhnya kita serahkan ke AI, di era sekarang banyak oknum wartawan diduga menulis pakai AI.

Ingat, bagi profesi wartawan, soal rasa dalam menulis, itu tidak bisa didapatkan lewat AI. Pegang teguh prinsip 5W+1H, turun ke lapangan, dengar langsung suara rakyat, dan saring fakta dengan hati nurani. Di situlah letak kehormatan profesi wartawan.

Pada tulisan ini, Pesan moralnya jelas, bahw AI tidak boleh menggantikan akal sehat, nurani, dan integritas seorang wartawan. Biarkan mesin menjadi pelayan, bukan penguasa.

Karena, yang dibutuhkan publik bukan sekadar teks, melainkan kebenaran lahir dari keberanian manusia untuk menuliskannya dalam sajian racikan berita menarik, bukan hasil karya AI.

Penulis M Khadafy, Almuni Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) Jakarta