Jendela BarselaNanggroe Aceh

For PAS Soroti Dugaan Monopoli dan Mark Up Proyek Website Desa di Aceh Selatan

IndonesiaGlobal.Net
×

For PAS Soroti Dugaan Monopoli dan Mark Up Proyek Website Desa di Aceh Selatan

Sebarkan artikel ini
For PAS Soroti Dugaan Monopoli dan Mark Up Proyek Website Desa di Aceh Selatan
Teuku Sukandi Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-Pas)

INDONESIAGLOBAL, ACEH SELATAN – Program pembuatan website desa di Kabupaten Aceh Selatan yang digadang-gadang sebagai langkah menuju digitalisasi pemerintahan gampong, kini menuai sorotan. Di balik semangat “desa digital”, muncul dugaan adanya praktik monopoli, mark up anggaran, hingga pemotongan dana desa sebelum kegiatan dimulai.

Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For PAS), Teuku Sukandi, mengatakan indikasi penyimpangan itu berawal dari proses administratif yang tampak sah di atas kertas. Ia menyoroti adanya memo Bupati Aceh Selatan bertanggal 5 Mei 2025 dan surat resmi Nomor 414.25/462/2025 tertanggal 21 Mei 2025 yang mengimbau seluruh keuchik untuk menerapkan website desa.

“Secara administratif semua tampak wajar. Namun, pelaksanaannya diduga tidak sesuai aturan dan berpotensi merugikan keuangan negara,” kata Sukandi kepada wartawan, Selasa 7 Oktober 2025.

Menurut Sukandi, proyek website desa tersebut mencakup 260 gampong di 18 kecamatan dengan nilai sekitar Rp6 juta per desa atau total Rp1,56 miliar. Namun seluruh pekerjaan disebut dilaksanakan oleh satu perusahaan, PT Media Krusial Mandiri, tanpa melalui proses seleksi, perbandingan harga, maupun evaluasi teknis.

“Fakta bahwa semua desa diarahkan menggunakan satu penyedia saja tanpa seleksi terbuka sudah cukup menimbulkan dugaan monopoli,” ujarnya.

LIHAT JUGA:   Polisi Tangkap Pria di Langsa Timur, Diduga Gunakan Sabu Bersama Teman

Hasil telaah For PAS terhadap Rencana Anggaran Biaya (RAB) juga menemukan sejumlah komponen yang dinilai janggal. Salah satunya adalah biaya domain desa.id sebesar Rp205 ribu per desa, padahal domain tersebut gratis pada tahun pertama karena disediakan pemerintah pusat. Potensi mark up di komponen ini diperkirakan mencapai Rp53 juta.

Selain itu, biaya hosting ditetapkan Rp1,7 juta per desa, sementara harga pasar untuk kapasitas serupa hanya sekitar Rp1 juta. Selisih Rp700 ribu per desa itu bisa mencapai Rp182 juta untuk seluruh desa di Aceh Selatan.

Komponen terbesar berasal dari biaya pembuatan (rancang bangun) website sebesar Rp3 juta per desa, padahal harga umum hanya sekitar Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta. For PAS memperkirakan potensi kelebihan anggaran di bagian ini mencapai Rp390 juta.

Tidak hanya itu, terdapat juga biaya maintenance Rp100 ribu per desa dan anggaran pelatihan serta honor panitia Rp815 ribu per desa, yang dinilai tidak relevan. Total tambahan yang tidak beralasan pada dua pos ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp237 juta.

LIHAT JUGA:   Ilham Pangestu Ingatkan Kerusakan Hutan Aceh Kian Parah, Masyarakat Diminta Ikut Jaga Kelestarian

Lebih jauh, Sukandi mengungkapkan adanya laporan bahwa dana proyek senilai Rp6 juta per desa telah dipotong terlebih dahulu sebelum kegiatan berjalan.

“Kalau benar ada pemotongan sebelum kegiatan, ini bukan lagi sekadar mark up, tapi pelanggaran serius terhadap prinsip pengelolaan keuangan desa,” tegasnya.

Dari hasil perhitungan For PAS, total dugaan penyimpangan pada proyek ini dapat mencapai Rp900 juta hingga Rp1 miliar, atau lebih dari separuh nilai proyek.

Sukandi pun mendesak Kejaksaan Negeri Tapaktuan, Polda Aceh, dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) untuk segera turun tangan memeriksa seluruh dokumen penawaran, kontrak, RAB, serta realisasi keuangan desa.

“Program ini harus diaudit secara menyeluruh. Tujuannya bukan untuk menghambat digitalisasi, tapi memastikan transparansi agar tidak jadi bancakan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa digitalisasi desa seharusnya menjadi sarana memperkuat tata kelola pemerintahan, bukan proyek mencari keuntungan.

“Website desa itu seharusnya alat kontrol publik, bukan alat untuk menguras dana desa. Jika program digitalisasi dijalankan dengan cara seperti ini, berarti sistem kita sedang sakit,” tutup Sukandi.