Jendela PantimmuraNanggroe Aceh

Ilham Pangestu Ingatkan Kerusakan Hutan Aceh Kian Parah, Masyarakat Diminta Ikut Jaga Kelestarian

Avatar photo
×

Ilham Pangestu Ingatkan Kerusakan Hutan Aceh Kian Parah, Masyarakat Diminta Ikut Jaga Kelestarian

Sebarkan artikel ini
Ilham Pangestu Ingatkan Kerusakan Hutan Aceh Kian Parah, Masyarakat Diminta Ikut Jaga Kelestarian
Anggota Komisi IV DPR RI, H. Ilham Pangestu, saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bertema Perlindungan Kawasan Konservasi dan Tumbuhan Satwa Liar di Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (9/10/2025).

INDONESIAGLOBAL, ACEH TAMIANG – Anggota Komisi IV DPR RI, H. Ilham Pangestu, mengingatkan bahwa kerusakan hutan di Aceh saat ini sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Ia menilai, kondisi tersebut membutuhkan langkah nyata dari semua pihak untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih luas.

“Kerusakan hutan di Aceh sudah cukup parah, baik di kawasan hutan lindung maupun hutan mangrove di pesisir. Ini disebabkan oleh aktivitas illegal logging, pembukaan kebun sawit, dan kebakaran hutan,” kata Ilham saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bertema Perlindungan Kawasan Konservasi dan Tumbuhan Satwa Liar di Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis 9 Oktober 2025.

Kegiatan tersebut diikuti sekitar 80 peserta yang terdiri dari Datok Penghulu (kepala desa), perwakilan LSM, ormas, dan tokoh masyarakat. Hadir pula dua narasumber, yaitu Kepala Dinas Lingkungan Hidup Aceh Tamiang Surya Luthfi. dan Kepala KPH Wilayah VII Agus Rinaldi.

LIHAT JUGA:   Kafilah Kota Langsa Raih 11 Trofi di MTQ Aceh XXXVII Pidie Jaya

Menurut Ilham, kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir disebabkan oleh penebangan liar, pembukaan tambak, serta pembangunan kawasan pesisir yang mengabaikan aspek kelestarian lingkungan.

“Jika ini terus terjadi, dampaknya bisa menimbulkan bencana seperti banjir, abrasi, longsor, dan berkurangnya sumber air di permukaan tanah,” ujarnya.

Selain itu, Ilham juga menyoroti meningkatnya konflik antara manusia dan satwa liar, seperti harimau, gajah, orangutan, dan buaya, akibat semakin sempitnya habitat alami mereka.

Ia menegaskan, konservasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan keterlibatan aktif masyarakat. Menurutnya, konsep konservasi mencakup tiga aspek penting, yakni perlindungan, pemanfaatan, dan pelestarian.

“Konservasi bukan berarti tidak boleh dimanfaatkan. Namun pemanfaatannya harus dilakukan secara terbatas dan berizin, serta berorientasi pada pelestarian,” kata Ilham.

Ia menyebutkan bahwa sejumlah kegiatan yang diperbolehkan di kawasan konservasi meliputi penelitian, wisata alam terbatas, dan pemanfaatan jasa lingkungan seperti air dan karbon. Sementara aktivitas yang dilarang meliputi penebangan liar, perburuan, perambahan hutan, pembukaan kebun sawit, serta perdagangan satwa tanpa izin.

LIHAT JUGA:   Optimalkan Harga Gabah, Tani Merdeka Aceh Tenggara Kawal Harga Gabah di Tingkat Petani

Ilham juga menyinggung dampak sosial ekonomi akibat kerusakan hutan, seperti menurunnya hasil pertanian dan perikanan, mengeringnya sumber air, hingga meningkatnya kebutuhan air bersih bagi masyarakat.

Dalam kesempatan itu, Ilham merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar secara Lestari serta Peraturan Menteri LHK Nomor 18 Tahun 2024 mengenai penangkaran dan pemeliharaan satwa liar.

Ia menegaskan bahwa prinsip pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar harus bersifat lestari, wajib berizin, dan mendukung upaya konservasi alam.

Sebagai langkah konkret, Ilham mendorong dilakukannya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) untuk memulihkan fungsi ekologis kawasan hutan yang rusak.

“Hutan adalah ekosistem penting yang menjadi rumah bagi berbagai flora dan fauna. Menjaga hutan berarti menjaga kehidupan,” ujarnya menegaskan.