INDONESIAGLOBAL, BANDUNG – Guru Besar Ekonomi Pertanian UIN Syarif Hidayatullah, Achmad Tjachja Nugraha, menilai pembangunan di era program Astacita Presiden sudah mengarah ke tujuan yang baik. Namun, ia menegaskan implementasi di lapangan belum sesuai harapan karena masih menimbulkan persoalan sosial.
“Pembangunan pertanian tidak cukup hanya menguatkan infrastruktur fisik. Kita sering lupa memperkuat investasi modal sosial. Kalau itu dikembangkan menjadi satu paket, akselerasi pembangunan akan lebih komprehensif,” kata Achmad melansir Primetimenews, Minggu 21 September 2025.
Achmad menekankan pentingnya komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat pedesaan. Menurutnya, jika masyarakat dilibatkan secara aktif, percepatan pembangunan akan terasa lebih masif.
Kemiskinan Desa Masih Tinggi
Ia menyoroti data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan ketimpangan sosial di Jawa Barat. Menurutnya, kemiskinan masih terkonsentrasi di wilayah desa, sementara daerah perkotaan tidak sepenuhnya bebas dari persoalan serupa.
“Bandung di kota dan Bandung di barat, walaupun dekat, tingkat kemiskinannya berbeda. Bandung Barat tingkat kemiskinannya mendekati wilayah Indramayu. Ini kan aneh,” ujarnya.
Achmad menilai, meski angka kemiskinan Jawa Barat secara agregat rendah, jumlah absolutnya tetap besar dan menjadi masalah serius. Karena itu, pendekatan pembangunan tidak bisa hanya top-down, tetapi harus mendorong partisipasi masyarakat.
Degradasi Modal Sosial
Faktor penyebab kemiskinan, lanjutnya, salah satunya adalah degradasi modal sosial. Ia menilai, masyarakat kini lebih berorientasi pada upah ketimbang semangat gotong royong.
“Modal yang dulu berbasis gotong royong sekarang berubah jadi berbasis upah. Itu memicu degradasi,” jelasnya.
Achmad juga mengkritisi peran pemerintah provinsi yang dinilai belum optimal menekan ketimpangan. Menurutnya, peningkatan pembangunan infrastruktur tidak otomatis berbanding lurus dengan penurunan kemiskinan.
“Kalau infrastruktur naik 100%, kemiskinan tidak otomatis turun 100%. Hanya sekitar 60% turun. Artinya ada yang tidak nyampe,” kata Achmad.
Ia mendorong pemerintah menghidupkan kembali semangat koperasi dengan memperbaiki pengelolaan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat.
“Kalau koperasi dipercaya, masyarakat akan menyimpan uang di koperasi, bukan di bank. Tapi kalau hanya mengejar uang balik, nilai sosialnya hilang,” tegasnya.
Pandangan Alumni UNPAD
Sementara itu, alumni Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD), Nanang Hendro, menilai persoalan ketimpangan dan kemiskinan di Jawa Barat harus dijawab dengan kebijakan yang berbasis kebutuhan petani.
“Petani tidak hanya butuh bantuan pupuk atau subsidi, tetapi juga pendampingan dan akses pasar. Tanpa itu, produktivitas mereka tidak akan meningkat,” kata Nanang.
Ia juga menekankan pentingnya regenerasi petani agar sektor pertanian tidak ditinggalkan. “Anak muda harus dilibatkan. Kalau tidak, dalam 10–15 tahun ke depan kita bisa krisis petani produktif,” ujarnya.