INDONESIAGLOBAL, ACEH SELATAN – Desakan publik agar aparat penegak hukum (APH) menindaklanjuti dugaan korupsi pengadaan website desa di Kabupaten Aceh Selatan semakin menguat.
Koordinator Forum Partisipasi Pembangunan Aceh Selatan (For-Pas), Teuku Sukandi, meminta aparat tidak berhenti pada tahap klarifikasi, melainkan segera melanjutkan ke proses penyelidikan dan penyidikan jika telah ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Kata Sukandi, jika benar sudah ada dua alat bukti, maka seharusnya segera dilakukan lidik dan sidik secara profesional dan terbuka, ujarnya, Senin 6 Oktober 2025.
Sukandi mengingatkan, Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tegas menyebutkan bahwa siapa pun yang memperkaya diri atau orang lain dengan uang negara tergolong tindak pidana korupsi.
Selain itu, dia juga menyinggung prinsip kesetaraan hukum dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, bahwa setiap warga negara—termasuk pejabat dan aparat—berkedudukan sama di hadapan hukum.
Sukandi mengingatkan ultimatum Jaksa Agung ST Burhanuddin, agar jaksa di daerah tidak bermain dalam proyek. “Jaksa harus jadi bagian dari solusi, bukan bagian dari permainan proyek,” tegasnya, mengutip arahan Burhanuddin.
“Kecik” Terkesan Jadi Sapi Perah, Modus Lama Berganti Wajah Baru
Sukandi menyebut para kepala desa (Kecik) kerap dijadikan “sapi perah” oleh oknum memanfaatkan berbagai program berlabel pembangunan, tapi berorientasi bisnis.
Kata Teuku Sukandi, setiap tahun muncul program ‘berwajah bantuan’, tapi ujung-ujungnya uang. “Desa diwajibkan setor sekian juta rupiah, pelaksanaannya tak transparan,” katanya.
Menurutnya, pengadaan website desa tahun 2025 hanyalah modifikasi modus lama, mirip dengan program bimbingan teknis, studi banding, atau pengadaan buku pustaka yang sering dijadikan ladang keuntungan pribadi.
Kembalikan Uang, Jaga Integritas
Sukandi menyerukan agar kepala desa yang telah menyetor sekitar Rp6 juta per desa kepada penyedia website segera menuntut pengembalian dana secara kolektif dan tertulis.
Dia juga mengatakan, jika dilakukan bersama dan terbuka, para kepala desa bisa menunjukkan itikad baik dan terhindar dari jerat hukum, imbuhnya menilai praktik semacam ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga merusak marwah pemerintahan desa.
“Publik menunggu keberanian APH. Jangan berhenti di meja konfirmasi—panggil, periksa, dan tindak bila terbukti,” pungkas Teuku Sukandi.
Editor: R Wahyudi












