“Desak Pemerintah Tetapkan Tapal Batas untuk Hindari Konflik Horizontal.”
INDONESIAGLOBAL, ACEH JAYA — Warga Gampong Ranto Panyang, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya, nyatakan keberatan keras atas klaim sepihak oleh oknum warga dari Desa Padang Datar, mengaku memiliki lahan dalam wilayah administratif Desa Ranto Panyang.
Klaim itu, kata Keuchik (kades) Teuku Ali Munir, dinilai berpotensi memicu konflik horizontal antarwarga jika tidak segera ditangani. “Pernyataan sikap ini telah disampaikan oleh warga Ranto Panyang secara resmi kepada Bupati Aceh Jaya, pada 11 Juni 2025,” ungkapnya, Senin 23 Juni 2025.
Senada Ali Munir, mantan keuchik Ranto Panyang, salah-satu keuchik yang masih hidup yakni Jailani Ali
keuchik keenam di Ranto Panyang, juga
menginformasikan keberatan ini kepada seluruh pihak terkait dari tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi.
Kata dia, kami tetap mempertahankan harga diri dan wilayah kami sebagaimana telah diamanahkan oleh para tetua sejak sebelum kemerdekaan. “Jangan sampai konflik sosial terjadi hanya karena tapal batas terkesan diabaikan,” imbuh perwakilan warga itu.
Tapal Batas Berdasarkan Sejarah dan Bukti
Warga Ranto Panyang menegaskan, batas-batas wilayah desa mereka telah ditetapkan turun-temurun berdasarkan batas alam seperti gunung, hutan, dan aliran sungai. Nama-nama geografi batas alam tersebut antara lain, Gunung Kulam Toek Leha, Gunung Lhoeh Laba Yan, Gunung Guha Rimung, Gunung Tuan Siti, Gunung Paya Ujong Bran, Gunung Alue Krut, Gunung Alue Tarok, Gunung Lepeh, Gunung Barueh.

Bahkan, jelas Jailani Ali, catatan sejarah kepemimpinan desa Ranto Panyang juga telah tertulis rapi sejak 1915. “Dimulai dari Keuchik Padang hingga keuchik saat ini. Nama desa Ranto Panyang tidak pernah berubah, dan keberadaannya telah diakui jauh sebelum adanya desa Padang Datar,” katanya.
Program Pemerintah dan Status Lahan
Warga melalui Ali Munir, juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2013-2014, program pemerintah seperti Perkebunan Kelompok Tani Sabe Makmur dan cetak sawah baru di Alue Seukeum/Rambong Lop, telah dilaksanakan di atas tanah yang kini diklaim sepihak.
“Dalam pelaksanaannya, warga Ranto Panyang telah mengajukan permohonan pembebasan lahan kepada BPN Aceh Jaya,” ucap Ali Munir.
Pada 11 November 2015, tambah Keuchik Ali Munir, BPN Aceh Jaya telah menerbitkan surat pengukuran lahan seluas 220 hektare dengan nomor: 284/2.17.400/XI/2015, yang menyebutkan lokasi itu berada di wilayah Desa Ranto Panyang.
Namun yang terjadi baru-baru ini, warga terkejut mengetahui bahwa pada tahun 2017, BPN diduga telah mengeluarkan sertifikat atas nama salah satu warga dan lainnya warga Desa Padang Datar Dusun Padang Payung, di atas lahan selama ini diakui sebagai milik Ranto Panyang.
“Kami sangat kecewa, sebab dalam wilayah kami tiba-tiba muncul nama dusun Padang Payung, Desa Padang Datar. Kami tidak pernah mengklaim wilayah lain, kami hanya ingin mempertahankan yang sudah menjadi hak kami,” ujar tokoh masyarakat setempat itu tegas.
Desak Pemda Segera Tetapkan Tapal Batas Resmi
Warga Ranto Panyang menegaskan kembali pentingnya penetapan tapal batas resmi antara desa mereka dengan Padang Datar. Mereka merujuk pada kesepakatan yang pernah dibuat bersama tokoh-tokoh kedua desa pada tahun 2007, yang menyatakan tapal batas berada di Gunung Lhoeh Lambayan/Gunung Pesantre.
Mereka mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya bersama instansi terkait segera mengambil langkah penyelesaian, agar situasi tidak berkembang menjadi konflik sosial yang lebih luas.
“Kami merasa dirugikan atas kejadian ini. Pihak yang menerbitkan sertifikat secara sepihak harus bertanggung jawab atas kekisruhan ini. Kami tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan di tengah masyarakat,” tutup Ali Munir.
Editor: VID