INDONESIAGLOBAL, ACEH JAYA — Komitmen memperkuat budaya baca dan tulis di Aceh Jaya terus digaungkan. Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Aceh Jaya kembali menggelar Bedah Buku Koleksi Perpustakaan Umum Daerah Tahap II, Selasa 18 Juni 2025, di Aula Dinas setempat, Calang.
Acara ini menghadirkan Adnan NS, wartawan senior nasional sekaligus tokoh pendiri Kabupaten Aceh Jaya, sebagai narasumber utama. Ia ditemani Ernal Nofriandri, sebagai moderator dalam diskusi buku yang berlangsung interaktif. Peserta datang dari berbagai kalangan, pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pegiat literasi, hingga masyarakat umum, dengan total lebih dari 50 orang.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh Jaya, Hj. Cut Kasmawati, dalam laporannya menyebut kegiatan ini merupakan bagian dari Program Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF) Perpustakaan Nasional RI, dan bertujuan memperkenalkan koleksi buku hasil karya putra daerah kepada publik.
“Diskusi ini menjadi ruang edukatif yang penting dalam mendorong budaya baca dan tulis di tengah masyarakat, sekaligus mengangkat karya lokal ke panggung yang lebih luas,” ujar Cut Kasmawati.
Acara secara resmi dibuka oleh Staf Ahli Bidang Keistimewaan Aceh Kabupaten Aceh Jaya, Yenni Elpiana, dalam sambutannya menekankan pentingnya membaca sebagai bagian dari gaya hidup cerdas.
“Biasakan membaca minimal satu jam sehari. Mulai dari diri sendiri dan lingkungan keluarga. Ini bagian dari investasi kecerdasan,” tegasnya.
Sebagai kegiatan lanjutan dari Bedah Buku Tahap I yang digelar April lalu, sesi kali ini dinilai lebih semarak dan memberi ruang apresiasi terhadap karya-karya tulis anak Aceh Jaya.
Adnan NS pun mendorong agar gerakan literasi tidak hanya berhenti pada membaca, tetapi juga menulis.
“Setiap anak muda Aceh Jaya harus merasa punya tanggung jawab mencatat sejarah dan kehidupan daerahnya. Tulis, dokumentasikan, dan jadikan literasi sebagai alat perjuangan,” kata Adnan NS, yang juga dikenal sebagai tokoh pers nasional.
Melalui program ini, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, berharap literasi bukan sekadar slogan, tapi benar-benar tumbuh sebagai budaya yang hidup di masyarakat. (*)












