Ahmad Rahmansyah kecewa, Redaksi bakal lapor ke DJKI—Plagiat berita bisa dipidana hingga empat tahun penjara!
INDONESIAGLOBAL, JAKARTA – Dunia jurnalisme kembali tercoreng. Sebuah dugaan plagiarisme brutal menyeret nama salah satu situs berita lokal dengan terang-terangan menjiplak karya jurnalistik investigatif milik wartawan IndonesiaGlobal, Ahmad Rahmansyah.
Tulisan Ahmad berjudul “Beda Suara Soal Gudang Oli Bekas di Marunda: Satpol PP Cilincing Ngaku Tak Tahu Izin, Anggotanya Bilang Resmi” tayang pada Sabtu, 14 Juni 2025.
Artikel itu memuat data eksklusif dan kutipan langsung dari narasumber resmi di lingkungan Pemkot Jakarta Utara, hasil liputan lapangan dan konfirmasi mendalam.
Namun, hanya berselang beberapa hari, isi yang nyaris identik dengan narasi sedikit diubah dan tanpa mencantumkan nama Ahmad ditemukan termuat di portal berita lain. Judulnya berbeda, penulisnya pun bukan Ahmad. Tapi struktur tulisan, gaya bahasa, hingga kutipan narasumber dikopi bulat-bulat.
“Saya merasa dilecehkan sebagai jurnalis,” tegas Ahmad, Selasa 17 Juni 2025.
“Artikel itu saya kerjakan dengan penuh tanggung jawab, turun ke lapangan, mewawancarai banyak pihak, tapi kemudian diambil begitu saja dan bahkan diubah secara tendensius,” lanjutnya.
Redaktur Pelaksana IndonesiaGlobal membenarkan adanya dugaan pelanggaran serius ini, dan menyebut langkah hukum sedang disiapkan.
“Kami akan ajukan aduan resmi ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham. Ini bukan sekadar pelanggaran etika jurnalistik, tapi juga pelanggaran hukum pidana hak cipta,” tegasnya.
Plagiat Adalah Kejahatan, Bukan Sekadar Salah Etika
Merujuk Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta, setiap pencipta memiliki hak eksklusif atas karyanya. Penggunaan tanpa izin atau tanpa atribusi jelas merupakan pelanggaran hukum.
Lebih jauh, Pasal 113 Ayat (3) UU Hak Cipta menyatakan:
“Setiap orang yang tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta melakukan penggunaan secara komersial atas ciptaan dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”
Redaksi menilai situs yang memuat ulang tulisan itu, diduga mencoba memperoleh keuntungan. Baik trafik maupun agenda editorial, dengan memanfaatkan karya jurnalis lain tanpa izin.
“Jika terbukti, ini bukan cuma soal meminta maaf. Harus ada pertanggungjawaban pidana dan moral,” ujar Redpel.
Peringatan untuk Media: Hentikan Budaya Copy-Paste
Kasus ini menjadi alarm keras bagi industri media digital: orisinalitas adalah harga mati. Copy-paste bukan hanya bentuk kemalasan intelektual, tapi juga aksi kriminal jika tanpa izin.
“Kami tidak akan diam. Ini menyangkut martabat jurnalisme,” tutup Ahmad.
Editor: DEP