HukumJendela PantimuraNanggroe Aceh

Aktifis Hukum Aceh M Nur: Penangan Kasus Dugaan Korupsi Token PJU Langsa Oleh Polres, Terkesan Lambat

Avatar photo
×

Aktifis Hukum Aceh M Nur: Penangan Kasus Dugaan Korupsi Token PJU Langsa Oleh Polres, Terkesan Lambat

Sebarkan artikel ini
Aktifis Hukum Aceh M Nur Penangan Kasus Dugaan Korupsi Token PJU Langsa Oleh Polres, Terkesan Lambat
Foto: Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) di jalan T.M Zein, Gampong Daulat, Kota. (Dok. IndonesiaGlobal)

INDONESIAGLOBAL, LANGSA – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Himpunan Aktifis Hukum Aceh, M Nur, menilai penangan kasus dugaan korupsi korupsi biaya rutin token Penerangan Jalan Umum (PJU) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Langsa, terkesan lambat.

Padahal dalam kasus tersebut sudah sepekan, tersangkanya ditetapkan oleh Polres Langsa, yaitu Kepala Bidang (Kabid) Konservasi Sumber Daya Alam, Mustafa dan bekas Kadis DLH masa jabatan 2021- 2023, Ridwanullah.

“Sebab itu, saya menilai penanganan kasus karupsi ini terkesan stagnan,” ungkap aktivis itu, kepada IndonesiaGlobal, Senin 11 November 2024.

Selain itu, diduga ada keanehan dalam proses penanganan tersebut. “Pasalnya, hanya satu tersangka yang ditahan, yaitu Kabid Konservasi SDH Mustafa saja,” terang M Nur.

Sementara kita ketahui, dalam kasus itu ada dua orang tersangka yang ditetapkan oleh Polisi, yakni Ridwanullah bekas kadis.

“Ini kan terkesan aneh?, Penahanan satu orang tersangka bisa saja ada indikasi terjadinya diskriminasi hukum diduga dilakukam pihak penegak hukum di Polres Langsa, dalam penangan kasus dimaksud,” tandas M Nur.

Sementara itu, diketahui jika tersangka Mustafa ditangkap pada 24 Oktober 2024, usai menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres Langsa.

LIHAT JUGA:   Sekda Agara Polisikan Akun Facebook Amar Handal, Aktivis Minta DPR Kawal

Kemudian, modus operandi dugaan korupsi dipakai tersangka, mereka dengan sengaja memanipulasi dokumen daftar pengisian token listrik, sebagai dasar mengajukan pembayaran pembelian token listrik PJU Kota Langsa, sehingga terjadi penggelembungan anggaran.

Dari pengungkapan kasus itu, lanjut M Nur, polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti termasuk dokumen asli pengelolaan dana APBK Kota Langsa, tahun anggaran 2019 hingga 2022. Lalu ada Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) serta dokumen lain berkaitan anggaran pembayaran listrik PJU.

Tepisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Langsa Sumasdiono, dikonfirmasi terkait perkembangan kasus itu, terkesan memberikan jawaban dinilai kurang relevan, kepada IndonesiaGlobal.

“Sudah sampai di situ,” jawabnya singkat, menanggapi konfirmasi perkembangan kasus dugaan korupsi tengah menjadi pertanyaan publik.

Informasi dihimpun IndonesiaGlobal, kasus dugaan korupsi biaya belanja rutin tagihan token listrik Penerangan Jalan Umum (PJU) TA 2019 hingga 2022 ini, diketahui menelan kerugian negara sekira Rp1 miliar lebih, dengan rinician kerugian pada periode Januari 2019 hingga September 2022, yakni Rp1.631.451.500,00 dan kerugian periode Oktober, hingga Desember 2022 Rp79.670.000,00.

LIHAT JUGA:   Atap Masjid Agung Baitul Ghafur Abdya Bocor

Sebelumnya, kasus ini terungkap dari temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, sebesar Rp1.711.121.500.

BPKP Aceh menemukan ketidaksesuaian dalam penggunaan anggaran belanja token listrik PJU, dengan yang seharusnya.

Kepala DLH Kota Langsa tahun 2024, Ade Putra Wijaya Siregar, saat dikonfirmasi.mengatakan jumlah lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) yang tersebar di Kota Langsa ini, ada sekira enam ribu lebih, yang terbagi dari sistem token dan meteran.

Kata dia, sebagian sudah token, sebagian lagi belum token. “Kalau untuk jumlah pastinya, saya harus liat data ya,” tutur Putra, di hari yang sama.

Dia menjelaskan, untuk pembayaran tarif token dan meteran, biasanya dilakukan dalam jangka waktu perbulan. “Kalau untuk biaya tagihan token, sebenarnya tergantung pemakaian, kalau sudah habis dilakukan pengisian.” Tapi biasanya, terang Putra, sebulannya itu mencapai sekira Rp30 juta, namun lebih sering tarifnya sekitar Rp27 juta.

“Namun untuk yang pembayaran ke PLN, (meteran), sebulanya itu hampir sekira Rp500 juta,” beber Putra.