Jakarta

Tabrak Presisi, Pelajar di Bawah Umur Tak Bersalah Alami Kekerasan di Mapolsek Tanjung Priok

×

Tabrak Presisi, Pelajar di Bawah Umur Tak Bersalah Alami Kekerasan di Mapolsek Tanjung Priok

Sebarkan artikel ini
Tabrak Presisi, Pelajar di Bawah Umur Tak Bersalah Alami Kekerasan di Mapolsek Tanjung Priok
Foto Ilustrasi

INDONESIAGLOBAL, JAKARTA – Kanit Polsek Tanjung Priok, IPTU Tomi Brian enggan merespon dugaan Oknum penyidik Polsek Tanjung Priok Bripka (HS) tengah menganiaya seorang pelajar di bawah umur meskipun saat ini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tengah menggaungkan sikap Polri yang Presisi (Prediktif, ResponSIbilitas dan Transparansi berkeadilan).

Hal ini diungkapkan, korban seorang pelajar (17) di Tanjung Priok yang mengalami trauma berat setelah dirinya mengalami pengancaman dan penekanan oleh salah satu oknum penyidik Polsek Tanjung Priok (HS) berpangkat Bripka, pada Minggu 3 November 2024.

Korban mengisahkan, semua bermula pada Minggu pagi (3/11) sekitar pukul 01.00 WIB. Kala itu ia dan beberapa temannya sedang membeli air minum di warung depan Polsek Tanjung Priok. Namun, secara tiba-tiba empat Polisi dari Mapolsek Tanjung Priok langsung menghampiri dirinya.

“Saya ditanya sekolah di mana, setelah saya menjawab tiba-tiba saya langsung di bawa ke Kantor Polsek Tanjung Priok dituduh tawuran. Saya bingung salah apa, orang saya habis bantuin aduk semen di rumah saudara saya, ke warung itu mau beli es,” ujar korban yang didampingi Ibunya kepada Indonesiaglobal, Kamis 7 November

Setelah di bawa ke salah satu ruangan di Kantor Polsek Tanjung Priok, kata Korban, Bripka (HS) langsung memaki-maki hingga berkata kasar dan memaksa memeriksa isi handphone yang di bawa si Pelajar.

Bahkan di sini lah terjadi adanya dugaan pengancaman terhadap korban yang masih di bawah umur, yaitu untuk memaksa korban untuk mengaku sebagai pelaku tawuran.

“Kata-katanya kasar banget, kalimat kotor dilontarkan kepada saya, bahkan saya dipaksa, kepala saya dipukul untuk mengenali seseorang yang dia tunjukkan di handphone miliknya. HP saya juga dirampas,” terang Pelajar itu.

LIHAT JUGA:   Top! PLN UID Jakarta Kembali Cetak Prestasi di SNI Award 2024

“Elu udah pernah dibalokin belom? Nanti gua yang balokkin elu!,” ujar pelajar meniru ucapan oknum penyidik (HS).

Setelah di ruangan penyidik selama tiga jam lebih, Pelajar itu mengaku sawan bahkan tubuhnya gemetar, lantaran ia tak bersalah tetapi mendapati perlakuan seperti penjahat.

Tiga jam berlalu, sekitar pukul 04.00 WIB korban akhirnya dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan.

“Saya takut, saya gak berbuat jahat tapi kok sampai diancam-ancam seperti itu. Saya dituduh, padahal saya ga kenal sama orang yang melakukan tawuran. Mau berangkat sekolah saja saya takut, sampe ijin ke orang tua untuk gak sekolah dulu sementara,” ungkap dia.

Merasa sakit hati, Ibu dari pelajar itu mengecam sikap penyidik berinisial (HS) atas sikap arogansinya terhadap putranya yang masih anak di bawah umur.

“Orang tua mana yang terimaka anaknya ga salah tapi disiksa seperti itu, kepalanya dipukul, ditekan suruh ngaku jadi penjahat, dimaki-maki, kecewa saya,” ujarnya.

Ibu pelajar itu, menganggap tindakan oknum (HS) seperti penculikan terhadap anaknya. Karena, dirinya sama sekali tidak dihubungi pihak Kepolisian saat anaknya dibawa dan dipulangkan oleh penyidik Polsek Tanjung Priok.

“Bayangin coba, saya tahu kabar anak saya dipukulin sama Polisi dari teman-temannya. Polisi sama sekali ga ngabarin saya kalo anak saya sempat ditahan,” ujar dia.

“Saya menuntut beliau (Oknum Polisi HS (-red) dan harus meminta maaf kepada saya dan keluarga serta anak saya,” tutupnya.

Untuk diketahui, saat bertugas, polisi diwajibkan untuk menjunjung tinggi norma dan aturan yang berlaku. Polisi dilarang untuk melakukan kekerasan saat bertugas, kecuali untuk mencegah kejahatan. Larangan ini tertuang dalam Pasal 10 huruf c Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

LIHAT JUGA:   Bubarkan Aksi Tawuran, Anggota Polsek Cilincing Disiram Air Keras

Secara garis besar, Pasal 10 huruf c Perkap ini berbunyi, “Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct), yaitu tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan, membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan,” bunyi pasal tersebut.

Polisi yang melakukan tindakan melanggar HAM wajib mempertanggungjawabkan sesuai dengan kode etik profesi kepolisian, disiplin dan hukum yang berlaku. Sanksi ini tertuang dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perkap Nomor 14 ini juga mengatur tentang larangan melakukan kekerasan saat polisi bertugas. Dalam Pasal 13 Ayat 1 huruf e tertulis, “Setiap anggota Polri dilarang berperilaku kasar dan tidak patut,”

Jenis Penganiayaan Anak

– Kekerasan fisik: meliputi pukulan, tamparan, mencubit.
– Kekerasan verbal: meliputi mencaci maki, mengejek, mencela, dan mengancam.
– Kekerasan psikis: meliputi pelecehan seksual, memfitnah, dan mengucilkan

*Hukuman Bagi Pelaku Penganiayaan Anak*

Pelaku penganiayaan terhadap anak dapat dijerat dengan hukuman sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014. Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c mengancam pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda hingga Rp72 juta. Apabila mengakibatkan luka berat, hukumannya dapat mencapai 5 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp100 juta.

1. Pasal 80 (1) UU No. 35 Tahun 2014
“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 c, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00.”

Sementara itu, hingga berita ini dipublikasikan, Kanit Polsek Tanjung Priok, IPTU Tomi Brian, belum memberikan hak jawabnya. (MAG)