INDONESIAGLOBAL, JAKARTA – Enam tahun berlalu, kasus dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM) hingga konflik internal Yayasan Pusaka Al-Muawanah pada 2018 silam, kembali memanas usai Ahmad Ismail selaku Pembina Yayasan mengaku menjadi Kepala Madrasah sejak tanggal 10 Juli 2024.
Atas pengakuannya itu memicu konflik baru di internal Yayasan sehingga kegiatan belajar mengajar terpaksa terhenti.
Namun, pengakuan Ahmad Ismail ini sudah terbantahkan berdasarkan keterangan Kepala Seksie Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama Jakarta Utara, Samsurya saat ditemui IndonesiaGlobal.
“Gak ada itu, Kepala Sekolahnya masih sesuai data yang di Kementerian atas nama Imam Subaweh bukan Ahmad Ismail,” ujar Samsurya, Rabu 31 Juli 2024.
Samsurya juga membenarkan adanya laporan masyarakat terkait terganggunya kegiatan belajar mengajar di Yayasan Pusaka Al-Muawanah dikarenakan konflik internal, akan tetapi untuk masalah dugaan penyalahgunaan dana BOS dan data fiktif dirinya belum mengetahui informasi tersebut.
“Kita juga sudah menyurati namanya itu fasilitas pendidikan kegiatan belajar mengajar harus berjalan. Namun persoalan dugaan dana BOS itu kita belum mengetahui, saya juga masih baru di sini,” tandas Samsurya.
Sementara itu, salah satu Wali Murid Yayasan Pusaka Al-Muawanah yang meminta identitasnya tidak disebutkan oleh Indonesiaglobal berharap agar permasalahan ini cepat tertangani. Menurutnya permasalahan yang terjadi di internal Yayasan sangat merugikan para peserta didik.
“Kasian anak-anak mau belajar kesulitan, mereka itu semua kan generasi bangsa ya kasihan aja jadi korban akhirnya ga bisa belajar,” ujar Wali Murid.
Sebelumnya, kabar ini muncul atas keresahan salah satu orang tua peserta didik Z yang data anaknya bernama MK dipalsukan. Z takut perbuatan Ahmad Ismail akan terulang lagi.
“Data anak saya dipalsukan, masa nama anak saya digandakan dan nama orang tuanya diganti dengan nama lain. Setelah dicek dan klarifikasi ternyata nama orang tua itu fiktif, sehingga pada saat itu saya langsung membuat laporan Kepolisian,” ujar Z beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, Z juga pada saat itu tengah melaporkan Pembina Yayasan Pusaka Al Muawanah atas tindak pidana pemalsuan tandatangan.
“Pada saat itu saya saat bersama saksi sedang mencari surat daftar peserta didik penerima SPJ BOS di Yayasan, ketika didapati surat tersebut di dalamnya telah dipalsukan tandatangan saya dan saksi untuk pengajuan dana BOS terhitung dari periode 2009 hingga 2012,” ungkap ZM.
Saat dikonfirmasi, Kepala Madrasah Yayasan Pusaka Al Muawanah, Ahmad Ismail membantah kabar tak sedap yang menimpa dirinya. Pasalnya, ia dituduhkan atas dugaan telah melakukan mark up data peserta didik untuk menyalahgunakan bantuan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Itu bohong, saya tidak pernah melakukan itu tidak ada bukti yang kuat,” ujar Ahmad Ismail saat dikonfirmasi Indonesiaglobal, Rabu 24 Juli 2024.
Ahmad Ismail mengaku dirinya baru saja menjadi Kepala Madrasah pada tanggal 10 bulan Juli 2024 kemarin. “Saya baru saja menjadi Kepala Madrasah, makasih mas,” tutup Ahmad dengan singkat.
Pembina Yayasan Pusaka Al-Muawanah Dilaporkan ke Kejaksaan
Melansir Antaranews.com, pada tahun 2018 silam Kepala Seksi Penyidikan Tindak Pidana Khusus pada Kejati DKI Jakarta pada masa itu, Rinaldi, membenarkan adanya laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan penyelewengan salah satu pengurus Yayasan Al Muawannah berinisial AI.
“Sudah kami lakukan pertelaahan. Baik pak Kajati (Tony Spontana) maupun pak Asisten Pidana Khusus (Sarjono Turin) menyetujui berkas laporan tersebut dikirim ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara untuk ditindaklanjuti,” katanya.
Menurut Rinaldi, setelah berkas itu dikirimkan ke Kejari Jakut, pihak Kejari Jakut akan menindaklanjuti proses hukumnya. “Selanjutnya Kasi Pidsus (Kepala Seksi Pidana Khusus) Kejari Jakut (Ricky) akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap kasus itu,” tambahnya.
Menurut penyidik Kejati DKI, dugaan penyalahgunaan/penyelewengan dana BOS, BOP, BSM dan bantuan rehab sekolah itu dilakukan dengan cara menaikkan jumlah siswa. Dalam surat permohonan ke Kemenag ditulis jumlah sebanyak 297 siswa padahal yang sebenarnya hanya 120 siswa. (MAG)