INDONESIAGLOBAL, BANDA ACEH – Antisipasi Konser melanggar syariat Islam dapat kembali terulang, Senator Fachrul Razi asal Aceh ini, turut mengembangkan seni budaya Rapai Aceh di Beberapa Gampong.
Kata dia, pendirian awal di mulai di Gampong Mulia dan akan berkembang di 90 gampong di Banda Aceh.
“Insya Allah, jika Allah mengizinkan saya menjadi Pemimpin di Kota Banda Aceh, Saya lebih berani dan tegas melarang konser melanggar syariat digelar dalam kawasan Banda Aceh. Saya akan siapkan qanun tegas dan bagi yang melanggar dan terekam di media sosial melakukan joget-joget melanggar Syariat Islam, siap-siap saja menerima hukuman,” janji Fachrul Razi, secara tegas.
Kepada IndonesiaGlobal, Rabu 17 Juli 2024, dia pun menjelaskan solusi gagasan berkembangnya seni budaya rapai di setiap gampong di Banda Aceh.
Sebagai tahap awal, dirinya akan kembangkan Pusat Rapai Aceh, di setiap gampong di Kota Banda Aceh, dan berlanjut pada setiap gampong lainnya.
Bukan hanya seni budaya, dia akan mengembangkan zikir dan shalawat serta dalail khairat. “Agar memberikan wajah Banda Aceh, sebagai Kota Ibadah dan Kota Budaya.”
Lagu dan alat musik tabuh bernama rapai, fungsi dari tarian ini, kata Fachrul Razi, ialah syiar agama, menanamkan nilai moral untuk warga, serta menjelaskan tentang hidup dalam warga sosial.
“Konon, tarian itu dibawakan untuk mengisi kekosongan saat santri tengah beristirahat. Tarian ini dibuat sebagai sarana dakwah yang mempunyai kekuatan untuk menarik minat penonton,” ungkap Senator Fachrul.
Kata dia, lirik atau syair-syair telah dibuat sesuai dengan ajaran Islam, dan memiliki nilai-nilai dakwah dan seruan kepada kebajikan di dalamnya, untuk bisa dimainkan di depan penonton.
Menurut Senator Fachrul Razi, juga pembina dan Pendiri Pusat Rapai Nusantara ini, seni rapai Aceh saat ini mulai ditinggalkan anak muda. “Anak muda Aceh lebih senang dengan hiburan konser artis ibu kota, padahal kita banyak memiliki kesenian yang bagus – bagus untuk dikembangkan, salah satunya rapai Aceh.”
Selain itu, dia mengatakan, bahwa saman dan rapai telah mendunia, haruslah di kembangkan sebagai daya tarik pariwisata. Serta mensyiarkan Islam di seluruh nusantara.
“Maka dari itu, kita ke depannya mengatisipasi konser yang melanggar syariah dengan terlibat aktif menghidupkan kembali seni Aceh atau mengembangkan rapai Aceh, agar dikemas sesuai dengan zaman kekinian,” saran Fachrul.
Sebelumnya, diketahui, konser musik digelar pada malam beberapa waktu lalu di Banda Aceh, atau bertepatan dengan 1 Muharram 1446 Hijriyah, telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat Aceh. (*)