INDONESIAGLOBAL, LANGSA – Saat ini cukup banyak media-media siber dengan gampang mencabut atau hapus berita sudah tayang, pada berita ditulis tanpa dasar yang jelas.
“Dalam profesi wartawan, tentunya itu menjadi penilaiaan sangat fatal bagi pembaca, dan bertanya-tanya ada apa dengan media tersebut.” Dan pastinya akan memicu kontroversi, jika ada pencabutan berita oleh redaksi tanpa ada keterangan jelas, sehingga akses berita itu tidak dapat diakses, alias error, tutur David, salah satu Alumni Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) dihubungi IndonesiaGlobal, Kamis 11 Juli 2024.
Dia menjelaskan, dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Media Siber angka 5, disebutkan berita dipublikasikan tidak dapat dicabut atau dihapus, kecuali terkait dengan beberapa hal.
“Seperti masalah SARA, kesusilaan dan masa depan anak-anak. Ada juga beberapa poin lain mengatur pencabutan berita,” kata dia, bukan berita terkesan nakut-nakuti orang.
“Jika ada pemirsa dan masyarakat merasa gerah dengan kelakuan oknum wartawan seperti dimaksud, saran saya, silahkan lapor ke Dewan Pers.” Apalagi dalam Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik, jika ingin meralat atau mencabut satu berita, harus melakukannya sambil meminta maaf kepada pemirsa.
“Pencabutan berita, harus disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada masyarakat atau publik,” ungkapnya.
Hal itu, kata David, sebelumnya pernah ditegaskan oleh salah satu perwakilan organisasi Perusahaan Media Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bondowoso Arik Kurniawan, pada 2022 lalu.
Dalam keterangannya, ia menyampaikan masih banyak ditemui redaksi yang menghapus berita tanpa alasan jelas.
Kata Arik, bahwa menghapus berita itu tidak diperbolehkan. Masih ada langkah lain, salahsatunya hak jawab dan sebagainya, tanpa harus menghapus berita, demikian.