INDONESIAGLOBAL, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan sebanyak 61,26 persen perusahaan kesulitan mendapatkan pinjaman atau kredit dari perbankan dan lembaga keuangan. Ini berdasarkan hasil survei Roadmap Perekonomian Apindo 2024-2029 dengan lebih dari 2.000 responden perusahaan.
“Berdasarkan hasil survei, 61,26 persen pengusaha menilai akses pinjaman untuk keperluan bisnis tidak mudah,” ujar Shinta dalam webinar Pertumbuhan Kredit di Tengah Ancaman Risiko Global, dikutip Rabu 26 Juni 2024.
Shinta menerangkan dalam tiga tahun terakhir, sebanyak 48,35 persen perusahaan tidak pernah mengajukan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya. Lalu, 30,17 persen perusahan sedang melakukan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya, dan 21,48 persen perusahaan pernah mengajukan pinjaman dari bank.
Mayoritas pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang masih kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank, berdasarkan survei Apindo tersebut.
“UMKM mendominasi angka yang tidak pernah mengajukan pinjaman ke bank. Berbeda dengan perusahaan skala besar yang banyak tengah mengajukan pinjaman,” jelas Shinta.
Andalkan modal pemilik
Shinta juga menjabarkan 95,02 persen perusahaan mengandalkan sumber pembiayaan dari dalam negeri. Pendanaan ini berasal modal pemilik dengan presentase 49,35 persen, lalu diikuti dari perbankan dengan porsi 39,63 persen, dari pasar modal sebesar 4,25 persen, dari peer to peer lending dengan 1,44 persen, dan 5,33 persen dari sumber lainnya.
Untuk perusahaan skala besar, mayoritas sumber pembiayaan berasal dari pinjaman perbankan dengan presentase 60,99 persen, sementara dari modal pemilik sebesar 49,35 persen, dan lainnya dari pasar modal. Namun, perusahaan skala kecil banyak bergantung dari modal pemilik dengan porsi 56,60 persen, dari pinjaman perbankan sebanyak 34,16 persen, dan lainnya.
Shinta kemudian berpandangan pemberian kredit sebaiknya difokuskan pada sektor padat karya seperti pertanian yang disebut memiliki kontribusi signifikan kepada penyerapan tenaga kerja.
“Namun, pertumbuhan kredit di sektor padat karya ini masih lemah. Sehingga, perlu didorong dengan diberikan insentif khusus agar semakin banyak tenaga kerja yang terserap,” tutur Shinta.
Sumber: metrotvnews