INDONESIAGLOBAL, JAKARTA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya menggelar orientasi kewartawanan dan keorganisasian (OKK) di kantor Sekretariat PWI Jaya, Gedung Prasada Sasana Karya lantai 9, Jalan Soeryopranoto 8, Jakarta Pusat, Rabu 19 Juni 2024.
Acara ini digelar langsung oleh pengurus PWI Jaya untuk memberikan informasi tentang peran dan tanggungjawab kepada calon Anggota PWI.
Sebelum acara OKK dimulai, ketua PWI Jaya Kesit Budi Handoyo memberikan arahan kepada calon anggota untuk memahami Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD PRT) PWI.
Dalam sambutannya Kesit mengatakan, PWI Jaya ingin mengembangkan organisasi dengan menjaring anggota lebih banyak lagi, kemudian juga terkait perbedaan antara anggota muda dan anggota biasa.
“Untuk menjadi anggota biasa disyaratkan sudah menjadi anggota muda selama dua tahun dan telah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW),” ujar Kesit saat pembukaan.
Sekretaris PWI Jaya, Arman Suparman memaparkan tentang isi pasal per pasal yang tertuang di dalam Peraturan Dasar Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI.
“PD/PRT ini harus ditaati oleh seluruh anggota PWI, saya berharap buku yang saya berikan tolong dibaca untuk supaya mengetahui pasal – pasal PD PRT PWI,” ujar Arman yang saat ini menjadi ketua Pelaksana OKK PWI Jaya.
Pembekalan KEJ dan PPRA
Selain penyampaian PD PRT PWI oleh pengurus PWI Jaya, dalam hal ini, dr Retno Intani wartawan senior yang juga merupakan penguji Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Fikom Universitas Prof Dr Moestopo memberikan pemaparan tentang Kode Etik Jurnalistik kepada calon Anggota PWI Jaya.
“Wartawan menunjukkan identitas diri, menghormati hak privasi, tidak melakukan plagiat dan menghasilkan berita yang jelas sumbernya,” ujar Retno.
Retno juga mengingatkan wartawan untuk tidak menyalahgunakan profesi demi keuntungan pribadi serta selalu memberikan ruang hak jawab.
Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, karena itu berhak mendapatkan perlindungan.
Selain itu, anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dari pemberitaan negatif agar mereka dapat tumbuh dengan wajar, hidup dalam lingkungan yang kondusif, dapat berkembang normal secara jasmani maupun rohani, untuk dapat mencapai kedewasaan yang sehat, demi kepentingan terbaik bagi anak.
– Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.
– Wartawan memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio yang bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.
– Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orangtuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.
– Wartawan dapat mengambil visual untuk melengkapi informasi tentang peristiwa anak terkait persoalan hukum, namun tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak.
– Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian, mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan.
– Wartawan tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang berada dalam perlindungan LPSK.
– Wartawan tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya belum ditangkap/ditahan.
– Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dengan pelaku. Apabila sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak. Khusus untuk media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, diedit ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkapkan.
– Dalam hal berita anak hilang atau disandera diperbolehkan mengungkapkan identitas anak, tapi apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan berikutnya, segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan sebelumnya dihapuskan.
– Wartawan tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam kegiatan yang terkait kegiatan politik dan yang mengandung SARA.
– Wartawan tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi (video/foto/status/audio) dari media sosial.
– Dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sejarah PWI
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalah organisasi wartawan pertama di Indonesia. PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta. Tanggal tersebut juga disebut sebagai Hari Pers Nasional. Dengan lahirnya PWI, wartawan Indonesia menjadi tangguh untuk tampil sebagai ujung tombak perjuangan Indonesia dalam menentang kembalinya kolonialisme dan negara lain yang ingin meruntuhkan RI. Organisasi PWI lahir mendahului SPS (Serikat Penerbit Suratkabar). Aspirasi perjuangan kewartawanan Indonesia yang melahirkan PWI juga yang melahirkan SPS, empat bulan kemudian yakni pada Juni 1946.
PWI menjadi wadah para wartawan untuk memperjuangkan bangsa lewat tulisan. Sejauh ini, sebagaimana para jurnalis Indonesia di masa penggalangan kesadaran bangsa, para wartawan dari generasi 1945 yang masih aktif tetap menjalankan profesinya dengan semangat mengutamakan perjuangan bangsa, kendati ada kendala menghadang kiprahnya. PWI sendiri mempunyai keanggotaan yang berasal dari seluruh Indonesia. (MAG)
Editor: WAH