INDONESIAGLOBAL, BANDA ACEH – Kegaduhan terkait pokir publikasi di Provinsi Aceh, akhir- akhir ini kian santer terdengar di kalangan jurnalis dan pengelola perusahaan pers di Aceh.
Mengapa demikian, sebab hal itu dikarenakan Pokir Dewan disebut- sebut bermuara pada praktik korupsi dan pemborosan anggaran pada setiap tahunnya.
Bahkan, program pokok pikiran dewan, dianggap telah mengakibatkan praktik jual beli proyek dan sogok menyogok di wilayah Aceh.
Menyikapi isu tersebut, Ketua SPS Aceh Mukhtaruddin Usman mengatakan, bahwa ia sepakat jika program pokok pikiran publikasi tersebut dihapuskan, kata Mukhtar saat dikonfirmasi IndonesiaGlobal, Ahad 26 Mei 2024.
Kata dia, kalau hanya menimbulkan perspektif negatif bahkan kegaduhan, diantara para pemilik perusahaan media, sebaiknya pokir publikasi dihapus saja.
“Hapus saja pokir tersebut, daripada bikin gaduh dan saling iri, serta berujung pada perpecahan dan kesalahpahaman antar pengelola media,” tegas Muktarruddin Usman.
Lebih lanjut, sebagai Ketua SPS Aceh, dirinya tidak setuju bila pokir publikasi dijadikan barang dagangan oleh oknum anggota dewan.
“Supaya tak terus berulang dan jadi kegaduhan di tiap tahunnya. Maka, langkah terbaik yang dapat dilakukan saat ini, adalah melarang usulan pokir publikasi media,” tukas Mukhtar.
Tak hanya itu, Ketua SPS Aceh yang baru saja menerima penghargaan sebagai SPS Provinsi terbaik se-Indonesia di Jakarta itu, meminta agar pihak Instansi yang selama ini menampung program Pokir Publikasi untuk berani menutup ruang terhadap program tersebut.
“Saya berharap, SKPA atau SKPD diminta berani, untuk menolak usulan pokir publikasi masuk ke dinas mereka,” ujarnya.
Menurut Mukhtar, dengan menolak pokir publikasi, akan mencegah potensi praktek korupsi berjamaah dan sistematis.
Dikarenakan, isu praktek korupsi tersebut, sambungnya, sangat meresahkan para insan pers dan pengelola perusahaan pers yang selama ini terkesan hanya sebagai “kacung” dalam menyulap anggaran negara menjadi sumber pendapatan sang pemilik pokok pikiran.
“Dengan langkah tersebut, kita berharap praktek jual beli pokir dapat dihentikan dan tidak terus menerus, menjadi kegaduhan dan perpecahan diantara pengusaha media,” tegas Mukhtar.
Di sisi lain, ia juga menyarankan, agar para pekerja pers, mampu bekerja secara profesional sesuai dengan porsi masing- masing.
“Kedepan, orang yang kerjanya cari berita fokus cari berita bukan sibuk cari iklan dan kerjasama iklan publikasi. Hal itu perlu, untuk menjaga profesionalisme pers di Aceh dan mencegah penyalahgunaan profesi wartawan,” pungkas Mukhtar. (MAG)
Editor: RAH