INDONESIAGLOBAL, BANDA ACEH – Ditengah arus globalisasi dan kecanggihan Information And Technology (IT) saat ini, begitu banyak tugas besar dengan sejumlah tantangan harus dihadapi serta disikapi secara bijaksana.
Dalam kancah kemajuan teknologi, tidak jarang menimbulkan beragam perspektif menimbulkan pro dan kontra dari paradigma pakar hukum dan masyarakat.
Termasuk waktu telah kita lalui, dalam menyikapi dan melaksanakan sejumlah tugas dan tanggungjawab.
“Setiap manusia, tidak dapat mengembalikan bahkan memutar waktu sudah berlalu. Saat ini, yang dapat dilakuka, yaitu dengan berbuat kebaikan setiap harinya,” ungkap Jaksa Agung, ST Burhanuddin, kepada awak media, Ahad 7 Januari 2024.
Dia mengatakan, jika waktu diibarat seperti es. Dipakai atau tidak, akan habis pada waktunya, serta akan mencair dan menghilang pada saatnya.
Contohnya, kata Burhanuddin, ketika dia diberikan amanah, untuk menjabat sebagai Jaksa Agung, tidak sedikitpun terlintas dalam fikiran. “Hal ini akan menjadi bagian perjalanan sang waktu. Dalam benak saya pada saat itu, bagaimana menjalankan dan melaksanakan tugas sebagai seorang pimpinan dalam melakukan pembenahan internal, yakni membangun soliditas dan integritas.”
Sebagai penegak hukum, sebut dia, membuat aturan-aturan yang fleksibel dan progresif, “Itu sebagai upaya menegakkan hukum modern dan humanis, penuh tanggungjawab,” kata Jaksa Agung itu.
Selain itu, fokus untuk menggeliatkan bidang-bidang penindakan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.
Dia menceritakan, “Berawal dari sebuah mimpi, namun suka tidak suka, ini adalah pilihan harus dilakukan.” Kata dia, bulan demi bulan, rintangan internal dan tekanan eksternal, sangat kuat dalam membawa kejaksaan menyikapi situasional saat ini, sehingga harus diperkuat dengan sistem pengawasan mobile, cepat, tepat dan akurat dalam mengambil suatu keputusan.
Tidak dapat dipungkiri, tindakan dilaksanakan itu, harus disertai contoh akurat kepada seluruh insan Adhyaksa. Sehingga, dia pun sering dijuluki “Raja Tega” cerita Burhanudin.
Kata dia, miris rasanya jika kita membersihkan halaman dengan sapu yang kotor. Begitu juga dalam membangun kinerja di bidang penindakan. Yang mana menurut dia, harus menyasar pada kasus-kasus berhubungan dengan kepentingan publik. Kemudian menyentuh kebutuhan pokok masyarakat, dan bermanfaat bagi masyarakat, serta mengutamakan perkara- perkara “Big Fish”.
Sehingga, kata Burhanudin, masyarakat dapat memahami bahwa korupsi tidak hanya merampas ekonomi. “Tetapi mampu melumpuhkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.”
Dalam perjalanannya, ternyata penindakan harus diimbangi dengan perbaikan tata kelola, perbaikan manajemen, termasuk menggandeng proyek-proyek strategis nasional, agar berjalan efektif dan efisien. “Lalu hasilnya, dapat dinikmati oleh masyarakat.”
Karena itu, guna menindaklanjuti hal tersebut, maka dibutuhkan pendampingan sekaligus pengamanan, walaupun semua dilaksanakan tdak semudah membalik telapak tangan.
Namun, dengan jargon “Penegakan Hukum Humanis dan Modern”, serta suatu renungan mendalam dari pihak Kejaksaan, yaitu hukum yang baik, adalah hukum mengandung nilai-nilai kemanusiaan. “Sebab hukum tertinggi, adalah kemanusiaan itu sendiri.”
Masih menurut dia, hukum modern adalah hukum mampu beradaptasi oleh perkembangan zaman, serta mampu menjamin kebutuhan hukum masyarakat.
Digitalisasi di bidang hukum, kata dia, juga menjadi urgensi untuk mempermudah, mempercepat dan mengefektifkan akses pelayanan informasi hukum kepada masyarakat juga media.
“Hal tersebut, dilakukan
guna mengedepankan transparansi.” Pada sisi lain, kata dia, program-program penegakan hukum humanis harus diluncurkan dalam upaya membangun kesadaran hukum masyarakat.
Jika masyarakat, mulai memahami segala ketentuan hukum, tentunya akan memberi pengaruh positif dalam membentuk kehidupan yang baik.
Burhanuddin juga menegaskan, penegakan hukum represif, tidak diperlukan lagi. Jika keharmonisan dan kedamaian di dalam masyarakat sudah terbentuk.
“Sebab manfaat dari tujuan hukum, sudah dirasakan oleh masyarakat.” Kekinian, kepada awak media Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut, turut menyampaikan kunci keberhasilan agar Kejaksaan dapat mempertahankan eksistensinya.
Yaitu, dengan menjalankan mandat atau kepercayaan masyarakat dengan sebaik- baiknya. “Reformasi dan Transformasi diri” ungkap Burhanudin, merupakan dua kata kunci sakral, untuk menjemput kembali kepercayaan masyarakat.
Adapun reformasi dilakukan, tujuannya untuk mengubah mindset dan melakukan sejumlah perbaikan segala lini. Sedangkan transformasi, dengan beradaptasi secara agile.
“Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan cara cepat dan cerdas, dalam menyikapi semua kebutuhan hukum masyarakat modern era kekinian dan di masa akan datang,” kata Jaksa Agung itu. (MAG)
Editor: YUD