
IG.NET, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) desak Menkopolhukam Mahfud MD, turun tangan terkait dugaan pengambil-alihan secara paksa (hostile take over) oleh mafia tambang menggunakan prosedur hukum menyimpang.
Pasalnya, “pencaplokan” itu terjadi atas perusahaan tambang pemegang ijin usaha pertambangan (IUP) PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM), diduga dilakukan oknum pengusaha inisial ZAS, kemudian berkolaborasi dengan pengusaha besar inisial SAA alias haji I.
Itu dikatakan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, kepada IndonesiaGlobal.Net, Senin 16 Januari 2023 malam.
Mereka, bermain di celah-celah prosedur hukum secara sitematis dan terstruktur diduga melibatkan oknum Notaris, Polri, Kementerian Hukum dan HAM serta dunia peradilan untuk menaklukkan pemegang IUP, PT CLM.
Kata Sugeng, pengambilan secara paksa dimulai dengan perbuatan hukum inisial ZAS sebagai Direktur PT AMI dibantu oknum Notaris inisial OKA melalui pembuatan Akta Nomor 6 Tanggal 24 Agustus 2022 mengambil alih 100 persen saham PT APMR.
Padahal, utusan BANI memerintahkan PT APMR hanya wajib mengalihkan atas pemilikan saham 50 persen PT APMR dari 100 persen saham berjumlah 200 lembar saham.
Sehingga, dengan penguasaan 100 persen saham PT AMI melalui oknum Notaris itu, terdapat peristiwa hukum penggelapan saham dan memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik.
Karena, putusan BANI Nomor: 43006/I/ARB/BANI/2020 tanggal 24 Mei 2021, isinya mewajibkan pemegang saham PT APMR yakni insial TA dan inisial R melaksanakan pengalihan atas 50 persen saham kepada PT AMI, dengan kewajiban memberikan 50 persen profit dari penghasilan produksi PT CLM senilai Rp7,8 Miliar.
Sugeng memgatakan, sepak terjang PT AMI kemudian berlanjut dengan diterbitkannya Akta Notaris Nomor 6 tanggal 13 September 2022 meningkatkan saham milik PT AMI di PT APMR menjadi 500 persen, dengan dasar putusan BANI dan Akta Nomor 6 tanggal 24 Agustus 2022.
“Padahal, putusan BANI tidak pernah menyebutkan adanya peningkatan saham menjadi 500 persen.”
Kata Sugeng, akrobat hukum PT AMI ini secara nyata terdapat dalam akta Nomor 6 tanggal 13 September 2022 sebagaimana disebutkan dalam halaman 10 akta tersebut.
Dimana, setelah mengalihkan dan merebut seluruh saham dengan menghilangkan saham TA dan RThomas Azali dan R, kemudian seolah-olah dikembalikan 50 persen, lalu diterbitkan kembali 400 lembar saham.
Dalam kasus ini, IPW menilai dugaan memasukan keterangan palsu di dalam akta otentik tersebut, diperkuat dengan adanya putusan dari Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Administrasi Jakarta Selatan tanggal 17 November 2022.
Adapun fakta ditemukan, Majelis Pengawas Daerah pada poin 7 menyatakan salah satu Putusan BANI tersebut, adalah wajib melaksanakan pengalihan atas kepemilikan 50 persen saham PT APMR dengan cara penerbitan saham baru PT AMPR”.
Kendati poin 5 Majelis Pengawas Daerah menyebutkan Notaris terlapor dapat diduga berpihak pada salah satu pihak, sehingga menjalankan saja permintaan untuk pembuatan akta Nomor 06 tanggal 13 September 2022 mengakibatkan kerugian sangat besar pada pihak lain.
Serta disebutkan juga dalam Putusan MPD Notaris Jakarta Selatan tersebut, diduga Notaris terlapor telah melanggar Kode Etik Jabatan Notaris pasal 3 angka 4.
“Berbunyi, berperilaku jujur, tidak berpihak, amanah, seksama,penuh rasa tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang undangan dan isi sumpah jabatan Notaris”.
Lebih jauh, Sungeng menungkapkan hal ini terlihat, bahwa dalam Akta Nomor 06 tanggal 13 September 2022 tersebut, nyatanya saham PT AMI meningkat sampai dengan 1.000 lembar (500 persen) dari saham awal yang totalnya 200 lembar saham.
Peningkatan saham dan pengambil-alihan perusahaan PT APMR (pemegang saham 85 persen PT CLM) secara melawan hukum itu berlanjut, ketika PT AMI melalui Akta Nomor 01 tanggal 3 November 2022 dilakukan penerbitan Saham baru PT CLM.
“Dimana, kemudian porsi saham sebanyak 7.803 saham diambil oleh PT Ferolindo Mineral Nusantara.”
Sementara, berdasarkan data dari Ditjen AHU Kemenkumham, profil perusahaan PT Ferolindo Mineral Nusantara, pada saat dibuatnya Akta Nomor 01 tanggal 3 November 2022, pemegang sahamnya ada dua orang.
Yaitu inisial Haji SAA (pengusaha besar) dan satu orang lagi sebagai pihak terafiliasi langsung dengan salah satu petinggi oknum Polri di Mabes.
“Kendati setelah kasus ini mencuat ke publik, pihak terafiliasi dengan petinggi Polri itu mengalihkan kepemilikan sahamnya,” ungkap Sugeng.
Namun, akibat adanya kekuatan pengusaha besar dan pihak terafiliasi langsung dengan petinggi polri tersebut diduga Menteri Hukum dan HAM Cq. Ditjen AHU, melakukan tindakan unprofesional mengarah kepada penyalahgunaan wewenang.
Hal itu terlihat dengan adanya keberpihakan dirjen AHU membuka blokir atas permintaan PT AMI sebagai pemegang saham baru.
Padahal belum mendapat pengesahan badan hukum serta menerbitkan pengesahan susunan pemegang saham dan direksi baru PT APMR, berdasarkan akta 06 tanggal 24 Agustus 2022 dan akta 06 tanggal 13 September 2022 secara materi bertentangan dengan putusan BANI serta putusan Majelis Pengawas Daerah Notaris.
Bahkan, kata Sugeng dengan kekuatan besar itu, PT AMI dapat menggerakkan oknum-oknum kepolisian untuk melakukan pengambil- alihan paksa tambang pada tanggal 5 November 2022.
Diduga, melalui oknum Polda Sulawesi Selatan, Polres Luwu Timur dan Bareskrim Polri juga diduga dilakukan upaya kriminalisasi kepada pengurus Lama PT CLM melalui enam laporan Polisi.
Karena itu, sesuai dengan arahan Presiden bahwa investor harus dilindungi, maka IPW mendesak Menkopolhukam Mahfud MD turun tangan mengatasi pengambil-alihan secara paksa (hostile take over) oleh mafia tambang diduga menggunakan prosedur hukum menyimpang.
Disamping menghilangkan budaya kriminalisasi oleh aparat penegak hukum. Maka IPW berharap Menkopolhukam dapat menempatkan pada posisinya prinsip bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan “negara hukum” seolah-olah. (RIL)