
IG.NET, JAKARTA – Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Nomor 44/SK/DK-PWI/X/2022 tanggal 3 Oktober 2022 menjatuhkan sanksi skorsing terhadap Zulkifli Gani Ottoh-Zugito cukup hangat dibahas dalam grup WA warga PWI beranggotakan 132 orang itu.
Informasi diterima IndonesiaGlobal.Net, sejak Senin kemarin akhir bulan Oktober hingga Selasa 1 November 2022, beberapa anggota memberikan komentar.
Dari layar Andorid terbaca dan berselancar pendapat. Baik kalimat pendek, pun pembahasan tajam dan mendalam.
Selain menulis di status, ada juga wartawan senior seperti Bung Heru sengaja menulis dalam bentuk opini, kemudian di share di grup WA warga PWI.
Tulisan Heru ini lalu ditanggapi pula oleh Wartawan Senior Marah Sakti Siregar. Intinya, dia sependapat dengan Heru dan menyatakan tidak ada celah bagi Ketua Umum PWI Pusat untuk menolak dan tidak mematuhi SK DK PWI tersebut.
Posisi DK PWI kuat baik secara juridis maupun organisatoris, tulis Dr. H. Naungan Harahap, SH, MH, anggota PWI dari Jawa Barat.
“Jangan kendor, gelar saja KLB dengan tujuan untuk menilai karut-marut pengurus harian PWI. Jika salah berikan sanksi tegas, jika benar jadikan bahan evaluasi berharga untuk masa depan PWI yang kita cintai bersama,” ujarnya
Sementara Adnans 1955 menimpali, kalau PWI ini ingin tetap bersih, independen, disiplin, taat azas, tetap berwibawa, harus menjadi simbol penegakan demokratisasi, maka tidak ada pilihan lain kecuali KOLUB (Kongres Luar Biasa).
Kata Adnan, kongres luar biasa ini tidak terlaksana juga, maka tunggu Oktober 2023 untuk menolak pertanggungjawaban ketum pada kongres tersebut.
“Tapi ini hanya sebagai pilihan kedua saja,” tulisnya.
Hal Itu dilakukan, supaya PWI atau wartawan harus menjadi simbol penegakan demokrasi di Indonesia.
“Wartawan di bawah naungan PWI jangan hanya pandai mengkritik ke luar saja, tapi juga harus melakukan kritik secara internal organisasi atau instropeksi diri demi tegaknya kewibawaan organisasi pers tertua di Nusantara,” kata Adnans.
Hal senanda turut dikatakan UPA- dia sependapat dengan Naungan Harahap. Laksanakan kongres luar biasa, biar kita anggota bisa berbuat sebagaimana diatur dalam PDRT PWI.
“Jangan biarkan organisasi profesi besar ini, terkontaminasi dengan perbuatan orang-orang melanggar aturan PDRT PWI.”
Wartawan Senior Marah Sakti Siregar, pernah menjadi Wakil Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat secara mendalam mengupas SK DK tersebut.
Bahasan mantan Ketua PWI Jaya ini diturunkan utuh adanya sebagai berikut.
“Saya telah membaca dan sedikit mendalami SK Skorsing DK PWI dan mengaitkannya dengan aturan KPW dan PD-PRT PWI. Berikut ini saya tuliskan opini dan tafsiran saya,” tulis MSS.
1. DK PWI melalui SK: No 44/DK-PWI/2022 perihal Keputusan Dewan Kehormatan, telah menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara/skorsing selama satu tahun sebagai anggota PWI atas Sdr Zugito, karena dinilai bersalah telah melanggar PD-PRT dan Kode Perilaku Wartawan PWI.
Tekanan DK kelihatannya fokus pada pelanggaran butir-butir aturan dalam KPW. Dan Sdr Zugito dinilai telah melanggar pasal 5 KPW.
Kata dia, pasal ini berisi tiga butir larangan bagi anggota PWI agar tidak melakukan hal-hal tercela:
1. Melakukan perbuatan yang dapat merendahkan marwah, harkat, martabat dan integritas profesi kewartawanan.
2. Membuat dan menyebarkan berita bohong, hoaks atau fitnah.
3. Melakukan pelanggaran terhadap PD-PRT PWI dan Kode Etik Jurnalistik.
Merujuk pada SK DK PWI tanggal 3 Oktober 2022, Sdr Zugito, yang sebelumnya, menurut SK DK sudah dua kali menerima sanksi peringatan keras, disebutkan terbukti kembali melakukan pelanggaran KPW PWI.
Rapat DK tanggal 30 September 2022 yang khusus diadakan untuk membahas “tindakan dan perilaku” Zugito selaku ketua Bidang Organisasi PWI, menemukan beberapa hal:
a. Kasus penyegelan gedung PWI Sulawesi Selatan oleh Satpol PP Pemrov Sulsel tanggal 26 Mei 2022. Sdr Zugito tidak melakukan koordinasi yang baik dengan PWI Pusat dalam menangani kasus itu.
Contohnya. Zugito pernah (sekitar tahun 2017) memprakarsai gugatan terhadap Pemrov Sulsel dalam kaitan Gedung PWI Sulsel ke pengadilan. Tapi, setahun kemudian kalah.
Gugatan itu sebelumnya sama sekali tidak dikordinasikan dengan Pengurus PWI Pusat. Padahal gedung itu–yang setelah PWI Sulsel kalah di pengadilan–akhirnya disegel Pemrov Sulsel, adalah aset (kekayaan) PWI Pusat (lihat: Peraturan Dasar PWI pasal 31 ayat 1,2.3 dan 4).
Penyegelan oleh Satpol PP itu disesali banyak anggota PWI karena telah memalukan dan menjatuhkan citra PWI. Selain terjadi kerugian tak ternilai: PWI Sulsel khususnya dan PWI umumnya kehilangan sebuah gedung bersejarah.
b. Melaporkan seorang anggota PWI Sulsel Sdr Andi Tonra Mahie ke pihak yang berwajib atas dugaan telah melakukan penistaan dan pencemaran nama baik.
DK menilai, Zugito telah mempolisikan seorang anggota PWI mengeritik kinerjanya dengan menyeret dan membawa-bawa organisasi PWI.
Padahal, DK sebelumnya sudah pernah mengingatkan agar masalah antar anggota dan antar anggota dengan pengurus PWI diselesaikan secara internal dan melalui mekanisme organisasi dengan kendali penuh Ketum PWI Pusat.
c. Sdr Zugito sebagai ketua Bidang Oganisasi PWI juga dinilai DK bersalah dalam kaitan dengan penerbitan SK PWI No 360-PWI/PP-PLP/2022 tanggal 12 Agustus 2022 tentang pengangkatan Sdr Suprapto sebagai Plt Ketua PWI Sumatera Barat periode 2022-2027.
SK itu dalam pertimbangannya, menurut DK, telah mereduksi hasil rapat gabungan pengurus harian, pengurus DK PWI Pusat, dan Dewan Penasehat PWI sehingga pertimbangannya bertentangan dengan substansi keputusan rapat.
Atas semua pelanggaran itu dan beberapa pelanggaran sebelumnya, maka “agar ada pembelajaran dan efek jera bagi Sdr Zugito dan seluruh anggota PWI, ” DK menjatuhkan sanksi skorsing terhadap Sdr Zugito.
Ditinjau dari bobot pelanggaran dan kesalahan sudah dilakukan serta prosedur penjatuhan sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 20, 21, 22, 23 KPW, maka sanksi DK terhadap Zugito itu, hemat saya, sudah berjalan sesuai aturan organisasi.
Jadi, seyogianya setelah SK penjatuhan sanksi itu diserahkan DK kepadanya maka pengurus PWI Pusat perlu segera “mengukuhkan” dan melaksanakannya.
Sebab, tidak ada satu diktum dalam KPW memberi jalan atau kemungkinan bagi Pengurus PWI atau Ketum PWI membanding atau menolak keputusan DK terkait pelanggaran perilaku.
Malah, jika mengacu pada PD-PRT PWI, wewenang DK berkaitan dengan keputusan penjatuhan saksi diatur lebih kuat dan pasti. Pasal 24 ayat 2b Peraturan Rumah Tangga PWI, misalnya, tegas menggariskan bahwa “Keputusan DK bersifat final dan mengikat.”
Nah, simpulannya. Tiada jalan lain. Atas keputusan DK terhadap Sdr Zugito, Ketum PWI Pusat dan jajaran pengurusnya seharusnya segera melaksanakan keputusan tersebut.
Mencoba menghindarinya atau mengulur-ulur waktu pelaksanaan, bisa memancing opini para anggota PWI seperti Heru.
Bahwa “siapapun anggota PWI, dijatuhi sanksi oleh Dewan Kehormatan, secara etis, sudah wajib menjalankannya, kalau dia sungguh-sungguh memahami PD-PRT PWI serta Kode Etik PWI dan Kode Perilaku PWI.”
“Kalaupun dia tidak mengakuinya, maka seluruh anggota PWI di pelosok Indonesia, wajib menganggap anggota dijatuhi sanksi Dewan Kehormatan PWI Pusat tersebut, tidak lagi menjadi anggota PWI sampai dengan sanksi selesai.”
Dengan kata lain, baik Zugito pun Ketum PWI Pusat, jika kompak terbukti melanggar KPW–sesuai temuan DK–maka mereka secara tidak langsung memikul risiko secara terang benderang kehilangan legitimasi untuk menjalankan roda PWI, organisasi wartawan independen dan profesional.
Redaksi melaporkan