HukumJendela Sabang Merauke

Hutang UP3 Rp34 Miliar, Benarkah Wakil Rakyat Diduga Terima Fee ? Kata Kekom B DPRD KKT Begini

×

Hutang UP3 Rp34 Miliar, Benarkah Wakil Rakyat Diduga Terima Fee ? Kata Kekom B DPRD KKT Begini

Sebarkan artikel ini

IG.NET, SAUMLAKI – Pasal hutang-piutang pihak ke tiga (UP3) Rp34 Miliar akan dibayarkan kepada salah satu pengusaha berdasarkan putusan inkracht pengadilan. Apollonia Laratmase, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) empat periode, kini menjabat sebagai Ketua Komisi B angkat bicara.

Dalam wawancara khusus IndonesiaGlobal.Net, Srikandi Tanimbar di ruang kerjanya, menjelaskan penganggaran sebesar Rp34 miliar itu untuk pembayaran UP3 diusulkan Pemerintah daerah (Pemda) setempat dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2022.

Saat pembahasan dengan DPRD, ungkap dia, kami sudah minta untuk ditunda pembayarannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. “Namun lagi-lagi,Pemda tetap menyanggupinya dengan tetap mengakomodir pembayaran UP3.”

Menyikapi itu, DPRD menyetujui. Diikuti syarat apabila diakomodir untuk membayar, janganlah mengorbankan kepentingan umum. “Khususnya hak para ASN pun tenaga kontrak daerah serta pelayanan dasar lainnya,” kata dia.

“Pemda pun menyanggupi syarat kami ajukan.”

Dia menerangkan, jika usulan pemda itu berdasarkan hasil kesepakatan tiga pimpinan DPRD, yakni mantan Ketua DPRD Jaflaun Omans Batlayeri, Wakil Ketua I Jhon Kelmanutu, dan Wakil Ketua II Ricky Jauwerissa. Penjabat Bupati Daniel E Indey, datang memenuhi undangan resmi dilayangkan oleh Inspektur Jendral Kemendagri RI.

Pada APBD induk, terang dia, telah dianggarkan Rp4 miliar. Sehingga direncanakan hanya ditambah menjadi genap Rp5 miliar.

BACA JUGA:   KPK Geledah Kantor Hutama Karya

Namun, hal itu tidak terlaksana, tutur Pola, sapaan akrab Srikandi Tanimbar itu. Merunut kronologis timbulnya masalah UP3 ini, pada tahun 2015 terhadap LHP 2014 menyebutkan bahwa pekerjaan-pekerjaan telah dilaksanakan oleh pihak ke tiga itu, diakui pemda sebagai hutang belum dapat diakui dan diragukan kebenarannya.

Kemudian, BPK juga menggurai kesalahan-kesalahan, misal ketiadaan dokumen kontrak, dokumen lelang, laporan berita acara pelaksana dan tidak ada satupun dokumen menyertakan foto-foto pekerjaan.

Bahkan, beber Pola, nilai proyek ditetapkan setelah pekerjaan selesai dikerjakan. “Beranjak dari situlah, tahun 2016 pihak ke tiga menggugat pemda ke pengadilan dan lahirlah keputusan dimenangkan pihak ke tiga.

Politisi Gerindra itu juga mengatakan, saat keputusan inkracht tersebut akhirnya BPK meminta pemda mengakomodir, namun dengan sejumlah sangsi. Antaranya, Bupati Maluku Tenggara Barat (MTB) agar memberikan sangsi sesuai ketentuan berlaku kepada tim kuasa hukum pemda dinilai tidak cermat dalam menangani gugatan perkara UP3.

BACA JUGA:   Pemilik Akun Facebook Bodong di Langsa, Divonis 1,8 Tahun Penjara

Kemudian, pemda diminta berkoordiansi dengan jaksa pengacara negara untuk menuntut ganti rugi sebesar Rp4.084.528.197,82 dan memerintahkan TPKD untuk memproses ganti rugi sebesar nilai dimaksud. Dengan menyetor ke kas daerah dengan rincian kelebihan pembayaran ganti rugi immateril kepada pihak ke tiga sebesar Rp3.102.230.099.00,-.

“Pada tahun 2017, DPRD kan tidak mau, terus digugat lagi. 2018, era ketua DPRD Frangky Limber, pimpinan dan bupati atas permintaan dari BPK, DPRD akhirnya setuju,” ucap Pola.

“Oleh BPK diakui sebagai hutang dan sudah dianggarkan. Tetapi kembali tidak ada dokumen, jadi tidak dibayarkan.”

Sementara, kita ketahui dalam amanat Permendagri yang namanya Inkracht itu wajib dianggarkan, tetapi sekali lagi DPRD wajib untuk menganggarkan itu. Namun dibayarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Apalagi saat ini, dengan kondisi keuangan daerah bisa dibilang kolaps. Apakah angka tersebut harus diakomodir ? Makanya DPRD harus pertimbangkan dulu. Rasionalnya seperti apa?

BACA JUGA:   Palsukan Dokumen Nasabah, Oknum Pegawai BSI Ditangkap Polres Atim

Bagi saya pribadi, lanjut Pola, ini kan urusannya pemda. Karena yang mengakui dan menyanggupi untuk UP3 dibayarkan itu kan Pemda sendiri.

Kata Pola, sebenarnya dulu itu kita sempat protes di DPRD. Alasannya, karena tadi hitungan immaterial itu membengkak dengan nilai fantastis.

Tetapi sekali lagi, meski demikian, sudah ada kesanggupan dari Pemda untuk itu diakui dan akan dibayarkan. Pengakuan itu juga terjadi, karena saat persidangan tentang gugatan immaterial itu dilakukan DPRD juga tidak dihadirkan pun dilibatkan dalam sidang tersebut,” ungkap dia.

Saat disinggung terkait adanya dugaan Del atau Fee sebesar 15 persen mengalir untuk wakil rakyat dari total angka disetujui, katanya dijanjikan untuk memuluskan pengetokan palu persetujuan pembayaran UP3 dengan angka fantastis itu ? Secara pribadi, Pola mengaku tidak pernah mendapat tawaran tersebut.

“Kalau saya sih tidak. Tidak tahu dengan yang lain ya,” jawab Pola mengakhiri wawancara.

 

MAG/Adam melaporkan

Editor : DEP

OTT Bupati Labuhanbatu, KPK Tangkap Anggota DPRD dan Kepala Dinas
Hukum

INDONESIAGLOBAL – KPK telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTSS). KPK pun…