
IG.NET, ACEH BARAT – Demo penolakan Bahan Bakar Minyak (BBM) digelar Aliansi Rakyat Bergerak (AKAR) meninggalkan kesan buruk kepada para pengunjuk rasa dan warga seputaran Simpang Tugu Pelor, Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Senin 12 September 2022.
Pasalnya, aparat kepolisian dinilai telah melakukan tindakan over atau represifitas dengan melakukan tembakan gas air mata, pukulan bahkan tendangan terhadap massa demontrasi, sehingga mengakibatkan sejumlah mahasiswa serta penduduk setempat menerima dampak buruk saat kejadian.
Padahal, aksi tersebut merupakan menyampaian aspirasi dan kepentingan masyarakat umum terkait kenaikan harga BBM terjadi beberapa minggu lalu membuat warga menjerit merasa tertindas atas kebijakan itu.
Diketahui, organisasi baik OKP, Ormawa, Ormas dan LSM melakukan demonstrasi menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), menolak rancangan undang-undang dewan ketahanan nasional (RUU DKN) serta menuntut untuk menaikan upah buruh minimal 15 persen digelar 12 September 2022 siang lalu masih meninggalkan jejak misteri akibat tindakan represifitas aparat kepolisian.
Hal itu diungkap Koordianator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syaputra. Menilai kenaikan harga BBM, mempengaruhi kenaikan bahan pangan atau barang lainnya tanpa terkecuali biaya mobil angkutan umum naik drastis. Sebab hal itulah maka perlu disuarakan. Imbuhnya, Selasa 13 September 2022.
Menurut Edy, sayangnya suara rakyat itu tidak tersalurkan kepada legislatif akibat tindakan represif aparat kepolisian. Hingga massa terpaksa membubarkan diri mengantisipasi tidak terkena tembakan gas air mata dan mobil water cannon.
“Informasi kami dapatkan, baik via media dan lainnya. Aksi tergabung dalam AKAR itu berujung ricuh, dan kemudian pihak Polres Aceh Barat membawa sebanyak 13 orang peserta aksi ke Polres untuk dimintai keterangan,” beber Edy.
Dia menjelaskan, sebelumnya Kapolres Aceh Barat menyebutkan aksi penolakan harga BBM itu berlangsung tidak tertib, sehingga aparat keamanan bubar paksa massa aksi. Kemudian ditemukan pula senjata tajam di lokasi hingga diamankan oleh kepolisian.
Pernyataan tersebut, diduga asal-asalan alias mengada-ngada juga tampak berkamuflase. Sehingga menggiring opini publik bahwa aksi dilakukan AKAR itu di tunggangi dan benar adanya anarkis.
Tentunya, ucap Edy. Publik atas kejadian tersebut ingin memperoleh kejelasan informasi yang benar-benar akurat dan tidak asal mengeluarkan informasi.
Unras Ricuh, Satu Mahasiswa Terkapar di Aceh Barat
“Sementara, menurut Informasi kami dapatkan, baik foto maupun video amatir tampak jelas ada tindakan represif,” tegasnya.
Secara fundamental, demontrasi merupakan wujud dari penyampaian aspirasi masyarakat menerangkan bahwa kebebasan berekspresi dalam berpendapat telah dijamin. “Artinya, apa yang dilakukan itu juga mandate dari Undang-Undang Republik Indonesia.”
“Namun sayangnya, kebebasan itu telah direnggut oleh aparat kepolisian di berbagai daerah Republik Indonesia ini saat dimanapun demonstrasi dijalankan.”
Salahsatunya peristiwa di Aceh Barat sendiri, informasi beredar massa aksi menerima tindakan represif dari aparat kepolisian sehingga menimbukan korban jiwa dirawat di Rumah Sakit Kesrem 012 Teuku Umar selama dua hari. Diduga kuat akibat terkena tembakan gas air mata. Bahkan sebagian massa aksi terkena pukulan.
“Hingga kekinian, mereka masih menjalani masa pemulihan. Baik terkena tembakan gas air mata maupun pukulan,” ujar Edy.
Mirisnya lagi, dalam video amatir itu juga memperlihatkan adanya seorang ibu sedang menggendong anak menjadi korban akibat tindakan repesif itu. Bahkan terlihat kepolisan menyeret salah satu pengunjukrasa saat itu.
Video Amatir : Klik
Edy kembali menjelaskan, bila menilik pada fungsi institusi Polri sebagai pengayom masyarakat, artinya telah melanggar aturan yang berlaku. “Untuk seluruh kepolisian, harus ingat bahwa kepolisian pengayom dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Merujuk akan hal itu, tuntutan reformasi memisahkan Kepolisian Republik Indonesia dalam satuan Angakatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) bergerak mempengaruhi perilaku Polri atas budaya militer bersifat militeristik.
Sehingga menjadi landasan Polri berdasarkan undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tentunya dalam menjalankan perannya Polri wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional untuk menjadi personel kepolisian humanis.
Dengan kejadian kemrin, itu sungguh sangat disayangkan. Sifat humanis dalam tagline transformasi Polri Presisi merupakan abreviasi dari prediktif, responsibilitas, transparansi dan berkeadilan, kekinian gagal.
“Kapolri Bertujuan menginginkan perubahan besar terhadap institusi ke arah yang lebih baik, tetapi telah tercederai,” ujarnya.
Karena itu, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, menyesalkan dan mengecam tindakan represif terhadap mahasiswa diduga telah dilakukan oleh pihak Polres Aceh Barat, tutup Edy Syahputra.
MAG /Reza A. Latif Melaporkan
Editor : DEP