
IG.NET, ACEH BARAT – Puluhan mahasiswa Komite Pimpinan Wilayah Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (KPW SMUR) Aceh Barat, melakukan aksi solidaritas terkait kasus pembunuhan salah seorang aktivis tanah air di depan Gedung DPRK Kabupaten Aceh Barat, Senin 5 September 2022.
Aksi demonstrasi dilakukan tersebut, lantaran carut-marutnya penyelesaian kasus yang ditangani Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak kunjung terselesaikan.
Para mahasiswa dari organisasi SMUR mempernyatakan sikap untuk terus menyuarakan terkait ketidakadanya putusan dari Komnas HAM, bahwa peristiwa kematian aktivis Munir, itu merupakan pelanggaran HAM berat. Sejak peristiwa kematian aktivis hak asasi manusia itu ditangani.
Koordinator Aksi, Sari Ramadana, menerangkan bahwa kematian tragis Munir berawal dari keberangkatannya dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam, sebelum dua jam mendarat di bandara Schipol, Belanda, tepat pada 7 September 2004, pukul 08.10.
Hasil autopsi kepolisian Belanda dan Indonesia menyimpulkan dia tewas karena racun arsenik. Namun, kasus tersebut hingga kekinian masih terombang ambing tanpa keputusan bahwa peristiwa tersebut merupakan pelangaran HAM terberat.
“Oleh karena itu gerakan aksi ini dilakukan untuk dapat ditangani Komnasham secara serius hingga selesai. Gerakan ini juga merupakan bentuk kepedulian mahasiswa Aceh, khusunya Aceh Barat,” tuturnya.
Dia menjelaskan, kematian Munir perlu adanya penetapan pelanggaran HAM berat, jika tidak maka kasus tersebut akan kadaluarsa, sehingga akan dianggap oleh segilintir orang terjaring pada kasus kriminal biasa.
“Dalam aturan hukum pidana, kata dia bahwa terdapat ketentuan yang menyebutkan kasus pidana akan kedaluwarsa setelah 18 tahun lamanya.”
Sementara, perkiraan terhitung kasus pembunuhan Munir jatuh 18 tahun berkenaan pada 7 September 2022, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan kasus tersebut ditenggelamkan.
Dirinya menjelaskan tuntutan dalam aksi tersebut terdapat tiga poin diantranya, mendesak Komnasham segera menetapkan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai pelanggaran HAM berat dan segera memulai penyelidikan terhadap kasus tersebut yang sudah lama senyap.
Kemudian, mendesak Pemerintah untuk segera membuka dokumen laporan TPF Munir kepada publik sebagaimana diamanatkan dalam poin ke Sembilan Keppres No. 111 tahun 2004 tentang Pembentukan TPF Kasus Munir sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi dalam pengungkapan kasus.

Poin berikutnya, mendesak kepada pemerintah untuk menghentikan praktik impunitas terhadap kasus-kasus yang dialami oleh pembela HAM dan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya.
“Kami meminta agar Pemerintah RI segera menuntaskan problematika yang di alami aktifis pembela hak asasi manusia ini, bila tidak kami turun kembali dengan jumlah masa yang besar.” Tutupnya.
MAG /Reza A. Latif Melaporkan
Editor : VID