
IG.NET, ACEH BARAT – Lima Pembangunan Rumah Sakit (RS) Regional Aceh dirancang dalam program masa pemerintahan Gubernur Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, kini dikritik Politisi Nasdem, Teuku Iskandar Daod.
Pasalnya, rencana pembangunan RS yang dirancang tahun 2016 silam, hingga kekinian belum rampung. Padahal, tahun 2017 tepatnya akhir periode pemerintahan gubernur itu telah dilakukan proses pembangunan semestinya siap tahun ini, ungkap Iskandar, khsusu kepada IndonesiaGlobal, Selasa 19 Juli 2022.
Diketahui, usai masa jabatan gubernur tersebut berakhir, maka pembangunan RS regional lima daerah itu dilanjutkan masa pemerintahan Gubernur Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah pada tahun 2018.
Namun sayangnya, hingga habis masa jabatan Nova Iriansyah, RS dibanggakan masyarakat daerah juga dinilai belum berfungsi.
Bahkan, jelas Iskandar, ada yang belum selesai dibangun sama sekali. Sedangkan dana APBA terserap sudah mencapai satu triliun lebih, kata dia.
“Kita sebagai masyarakat Aceh perlu tau apa penyebabnya,” ucap Wakil Ketua DPW Nasdem Aceh, T. Iskandar Daod, di Meulaboh.
T. Iskandar Daod, juga sebagai Ketua Komisi VI DPR Aceh tahun 2014-2017 membawahi bidang Kesehatan, gigih mendukung gagasan pembangunan rumah sakit regional menilai rencana pembangunan lima RS Regional itu memang sudah menuai kontroversi sejak awal.
Terutama dalam hal pembiayaan, sebab pada waktu itu telah terjadi polarisasi sikap pro dan kontra yang cukup tajam di kalangan Anggota DPR Aceh terhadap sumber anggaran yang akan dipakai untuk pembiayaan pembangunan.
Awalnya Pemerintah Aceh, berencana untuk menerima tawaran dana pinjaman lunak dari Bank Kreditanstalt für Wiederaufbau (Institut Kredit untuk Rekonstruksi) Jerman, untuk membiayai pembangunan RS Regional di Aceh itu sebesar Rp1,9 triliun.
Namun, tawaran dana pinjaman luar negeri dari Bank milik Pemerintah Jerman tersebut tidak disetujui oleh mayoritas Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dalam sidang paripurna.
Sehingga DPR Aceh tidak dapat mengeluarkan rekomendasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh dana pinjaman tersebut.
Akhirnya Pemerintah Aceh ‘terpaksa’ membangun ke lima unit RS Regional itu dengan mengandalkan biaya yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA).
“Anggaran yang dialokasikan disetiap tahun itu terlalu kecil, sehingga penyelesaiannya akan memakan waktu yang cukup lama. Sedangkan anggaran yang diperlukan untuk pembangunan sebesar Rp250 miliar lebih,” beber Iskandar Daod.
Contohnya Aceh Barat, tahun 2017 dialokasikan anggaran sebesar Rp30 miliar, 2018 dialokasikan Rp40 miliar, 2019 anggaran dilakoasikan Rp50 miliar, 2020 senilai Rp34,3 miliar, dan pada tahun 2021, dialokasikan lagi sebesar Rp57,6 miliar. Total keseluruhan mencapai Rp211,9 miliar.
Menurut dia, kalau besaran alokasi anggaran dipenggal seperti itu, pembangunan tersebut kapan siap dan berfungsi. “Gubernur periode 2017-2022 terkesan mengabaikan kepentingan rakyat karena sampai saat ini terlihat masih terlantar.”
Kata Iskandar, hal tersebut merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi rakyat di pedalaman Aceh saat ini. Karena, rumah sakit regional itu merupakan solusi sangat signifikan untuk mengatasi besarnya jumlah pasien rujukan yang selama ini semuanya menumpuk sehingga membludak ke RSUD Zainal Abidin Banda Aceh.
“Ke depan bila merasa tidak mampu, seharusnya memikirkan dan mengambil alternatif lain untuk antisipasi pembangunan tetap berdiri cepat pembangunan yang dirancang untuk kepentingan rakyat,” imbuhnya.
Kendati demikian, Jika Gubernur Nova Iriansyah mengupayakan mengambil langkah pinjaman lunak dari Bank KFW Jerman yang sudah bersedia memberi anggaran Rp1,9 triliun untuk membiayai pembangunan lima RS di daerah tersebut pasti pembangunan yang dilaksanakan lancar terkendali.
Dengan begitu, dia berharap kepada Pj Gubernur Aceh, dapat memprioritaskan penyelesaian pembangunan kelima RS Regional itu. Sehingga pada akhir masa jabatannya nanti dapat menanda tangani prasasti peresmian ke lima RS regional tersebut.
“Bila dilakukan dan memprioritaskan pembangunan itu, pasti menjadi legacy yang sangat monumental dan bersejarah bagi rakyat Aceh,” harap Iskandar Daod.**
MAG /Reza A. Latif Melaporkan
Editor : AJI