IG.NET, ABDYA – Harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) di Aceh Barat Daya, mulai tidak stabil usai lebaran idul Fitri 1443 Hijriah. Akibatnya, pembelian harga TBS membuat para pedagang kelapa sawit di Abdya kecewa.
“Kami selaku pedagang kecewa sama pemerintah, karena lagi enak-enak-nya harga TBS, tiba-tiba turun disaat harga dan permintaan minyak nabati Crude Palm Oil (CPO) dunia lagi tinggi,” kata salah seorang pedagang penampung sawit di Babahrot, Yusran Adek di Blangpidie, Sabtu 14 Mei 2022.
Menurut Yusran, juga sebagai Anggota DPRK Abdya, kekecewaan tersebut muncul karena sedang bagus-bagusnya harga TBS, malah pemerintah mengeluarkan larangan eksport CPO sehingga bahan baku turunan dari TBS menjadi anjlok dan tidak sebanding lagi dengan biaya perawatan yang di keluarkan oleh para petani sawit.
Selain itu, ungkap dia, pedagang pengepul juga sering merugi akibat tidak stabilnya harga ditingkat pabrik. “Seperti hari ini, pedagang menampung sawit petani dengan harga Rp,1.700/ kg. Besoknya, saat di bawa ke pabrik, harganya turun jadi Rp1.500.
“Kami hampir tiap hari merugi, makanya kami tidak berani lagi menampung hasil panen petani. Apalagi, beberapa pabrik sudah tutup, sebqb CPO didalam tangki pabrik itu sudah penuh,” kata Yusran Adek.
Bukan hanya Yusran, Kekecewaan itu juga disampaikan oleh Yusuf, salah satu petani kebun kelapa sawit di Kecamatan Babahrot, kabupaten setempat.
Harga pupuk, sebut dia semakin mahal tidak terjankau lagi. Sementara harga TBS murah dan tidak stabil. Pedagang pengepul sering merugi akibat turunnya harga secara mendadak, bebernya.
Padahal, sebelum pemerintah membuat kebijakan larangan ekspor CPO. Petani kebun kelapa sawit sudah bisa bernapas lega dan juga ekonomi di daerah mulai bergairah. Semua produk yang diperjualbelikan di pasar laku dengan mudah dan tenaga kerjapun bertambah.
“Jika harga TBS stabil dan mahal seperti sebelumnya, tidak ada masyarakat yang ngangur. Mereka yang tidak punya sawit bisa bekerja di kebun dengan upah tinggi. Kemudian pengaruh dari efek putaran uang di masyarak juga lancar,” kata Yusuf.
Berharap kepada pemerintah pusat khususnya pada Presiden Joko Widodo untuk dapat mengkaji ulang kebijakan larangan ekspor CPO dan mencari jalan lain guna mengatasi kelangkaan minyak goreng di Tanah Air, demikian.***
MAG /Mustafa melaporkan
Editor : VID