IG.NET, ACEH TENGGARA – Modus sebagai mobil travel angkutan wisatawan, ratusan Mobil penumpang (Mopen) pribadi plat hitam bebas beroperasi melakukan trayek antar provinsi di Kabupaten Aceh Tenggara.
Diketahui, modus operandi yang dilakukan ratusan mobil-mobil penumpang berbagai rute di Aceh Tenggara itu dengan alasan untuk mengangkut penumpang atau travel bagi wisatawan pariwisata daerah setempat.
Kenyataannya, mobil menggunakan plat hitam tersebut, malah melayani rute antar Provinsi, yaitu Kutacane (Aceh Tenggara) Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan penelusuran IndonesiaGlobal.Net, terlihat sejumlah loket penjual tiket mopen berbagai jurusan beroperasi di Jalan Raya Kutacane, diduga tidak memiliki izin trayek antar provinsi. Hanya izin sebagai angkutan penumpang pariwisata, Jumat 1 April 2022
Namun, walaupun tanpa izin kendaraan mopen itu sangat leluasa dan bebas beroperasi di rute Kutacane-Medan mengangkut penumpang. Mereka terkesan tidak peduli dengan resiko mobil plat hitam yang membawa penumpang antar provinsi.
Pertanyaan, seandainya terjadi laka lantas berimbas kepada penumpang. Sedangkan kendaraan pengangkut itu kapasitasnya bukan sebagai mobil angkutan umum resmi. Plat digunakan juga bewarna hitam, bukan warna kuning ciri khas dari kendaraan umum. Bagaimana dengan asuransi kecelakaannnya? Ungkap Irwan, 43 tahun, salah satu warga setempat.
“Jika tidak resmi, atau plat hitam maka sudah pasti saat kecelakaan para penumpang itu tidak mendapatkan asuransi kecelakaan. Dirinya mengaku sangat menyayangkan keberadaan mopen-mopen yang diduga tanpa izin tersebut.”
Kata Irwan, seharusnya sesuai aturan mopen itu menggunakan plat kuning, bukan hitam. Pihak berwenang daerah harus bersikap tegas dan menindak “aksi” semua mopen plat hitam modus kendaraan wisata yang melayani trayek antar provinsi.
Boleh mereka beroperasi, sebut dia, akan tetapi harus sesuai dengan undang-undang sistem angkutan umum. Sehingga jika ada kejadian yang tidak dinginkan, tentu itu akan merugikan penumpang ataupun masyarakat. Ingat, aturan tersebut sudah ada, kata Irwan.
“Mobil plat hitam dilarang membawa penumpang umum, apalagi untuk komersil dengan trayek antar provinsi. Penumpang antar provinsi dilayani oleh kendaraan plat kuning. Kalaupun travel, seharusnya menggunakan plat kuning, bukan plat pribadi atau hitam.”
Sesuai pasal 66 Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 dan pasal 25 Perda No. 6 tahun 2000, lanjut Irwan, pengoperasian angkutan wajib memiliki izin trayek. “Jika dilanggar, ancaman hukumannya kurungan penjara tiga bulan atau denda sebesar Rp3 juta.”
Saya berharap kepada semua pihak yang berwenang di Aceh Tenggara, dalam hal ini dinas perhubungan, dinas perijinan dan dan Satuan Lalu Lintas untuk secepatnya memberikan tidakan tegas terhadap seluruh mobil ber-plat hitam tersebut.
Ditambah sejumlah mobil itu, beber dia sudah beroperasi sejak belasan tahun lamanya. Sebagai masyarakat ia pun menduga, jangan-jangan ada pihak-pihak tertentu mendapat setoran gelap dari sejumlah loket trayek tersebut guna memperkaya diri sendiri, kelompok dan golongan tertentu atas langgengnya ratusan mopen plat hitam itu beroperasi.
Pada sisi lain, dia mengatakan kita menyadari dengan adanya mopen “gelap” berbagai jurusan itu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Karena itu, pihak pengelola mopen diharapkan bisa beroperasi secara resmi. Sehingga itu bisa memberikan kontribusi atau pajak kepada daerah, demikian, harap Irwan.
Terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu dan Satu Pintu (DPMTSP) kabupaten, melalui Kabid Perizinan Dewi Sartika saat dihubungi melalui sambungan telpon seluler, bahwa seluruh taxi ataupun mobil ber-plat hitam itu sudah lama beroperasi di wilayah Aceh Tenggara dengan berbagai jurusan, jawabnya singkat.
Sementara, hari yang sama, hal berbeda justru dikatakan Bakri Saputra, Kadis Pariwisata Pemuda dan Olahraga itu menerangkan, terkait ratusan mopen berbagai jurusan beroperasi di Aceh Tenggara, mengaku bahwa pihak Dinas Pariwisata setempat tidak pernah mengeluarkan ijin trayek untuk angkutan wisata.
“Para pengusaha mopen tidak pernah melakukan komunikasi dengan pihaknya. Apalagi pasal pemberian izin angkutan wisata,” singkat Bakri menegaskan.***
Penulis : MAG/Salihan Beruh
Editor : VID