
IG.NET, SUBULUSSALAM – Portal Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB)Aceh dibuka, kalangan pengguna jalan hingga warga dan para jamaah Masjid Al Iman Desa Jontor berikan apresiasi.
Amatan IG.NET, sejak Sabtu 19 Februari 2022, dua sisi portal sebelah barat, timur masjid tampak kosong. Sehingga pengendara lintas tak harus masuk ke area UPPKB. Kecuali untuk mobil pengangkut barang pada jam tertentu dengan penjagaan petugas terkait.
Diketahui, pasca berakhirnya PPKM awal November 2021 lalu dan ‘fenomena’ pemasangan portal di jalan nasional, portal itu tetap terpasang hingga Jumat, 18 Februari 2022 malam kiranya bisa menjadi evaluasi.
Menurut amatan, pada tenggang waktu itu terkesan aneh dan portal seperti tak bertuan. Pasalnya, kadang terbuka beberapa buah dan bisa dilalui sepeda motor. Di waktu lain, bisa dilalui kendaraan pribadi dan besar. Akan tetapi, saat portal semua dipasang, nyaris para jamaah masuk ke area masjid jadi terkendala.

Kemudian, anehnya pemasang portal pun bukan serta merta oleh petugas terkait. Hal itu terkesan usil dan sejumlah warga sekitar seolah peduli. Mereka menyusun portal jika berserak.
Namun demikian, pemandangan itu tak berselang lama, karena warga lain atau pengendara membuka kembali beberapa portal agar sepeda motor atau kendaraan kecil bebas lintas. Keanehan lainnya, kondisi berubah-ubah itu seakan diabaikan petugas yang berjaga di sana.
Padahal Pos UPPKB itu buka 24 jam, meski aktivitas mengawasi kendaraan besar atau menimbang truk pembawa barang hanya beberapa jam saja. Sekira pukul 20.00 hingga 24.00 WIB setiap hari dan beberapa jam jelang siang.
Di luar jam itu, bukan tidak banyak truk, kendaraan besar lintas. Jangankan ditimbang, pada ujung sisi kiri dan kanan timbangan justru dipasang portal isyarat ‘sedang tidak melakukan penimbangan’ padahal semua kendaraan lintas di area UPPKB karena ada portal penghalang di badan jalan.
Fenomena portal yang memaksa semua kendaraan lintas Medan-Subulussalam dan sebaliknya masuk ke area UPPKB bukan tidak merepotkan para sopir. Terlebih jalan masuk, keluar sebelah barat UPPKB itu nyaris jalan berlubang.
Paling tidak, fakta besi tanam sebagai penyangga atau penguat jalan itu sudah tampak jelas sehingga harus dielakkan setiap sopir menghindari benturan. Makin aneh, petugas terkait terkesan tutup mata dengan fenomena ini (sebulan terakhir sudah ditimbun).
Sempat jadi pertanyaan, apakah portal itu masih bagian dari isyarat penyekatan (PPKM) atau sekedar azas manfaat oleh UPPKB?. Pasalnya, sebelah barat pintu masuk, keluar UPPK itu dipasang pesan plang Dishub Aceh, ‘Mohon Maaf, Ada Pemeriksaan Kendaraan Bermotor.’
Plang terpajang sepanjang waktu atau tak pernah dibuka. Bahkan dibandingkan waktu kerja petugas terkait berkisar empat hingga enam jam setiap hari dan plang dipasang nonstop, apa tak patut disebut jika fungsi portal sisa Covid-19 itu sebatas azas manfaat UPPKB.
Catatan sebelum pemasangan portal dua tahun lalu di sana, sekira pukul 20.00 – 24.00 WIB petugas standby di sisi barat, timur UPPKB, minta angkutan barang masuk ke area UPPKB ditimbang. Tanpa mengganggu kendaraan kecil atau mobil pribadi.
Fakta para pengendara lintas Medan-Subulussalam atau sebaliknya ‘dipaksa’ melalui area UPPKB tanpa pemeriksaan petugas perlu menjadi perhatian. Jadi pertanyaan, apa ruginya pemerintah jika di jalan mulus itu tanpa portal, disusul PPKM sudah berakhir.
Diketahui, dasar awal sekat disusul merebaknya penyakit virus ‘mendunia’ Covid-19, Maret 2020 silam. Tenggang beberapa bulan abai, lalu pada Mei 2021 penghujung ramadhan atau sepekan jelang Idul Fithri 1442 H ‘memvirus’ lagi sehingga penyekatan, larangan warga mudik kembali diberlakukan. Pos sekat didirikan di beberapa titik perbatasan provinsi dan sebagian antara kabupaten, kota satu provinsi yang dinilai patut.
Khusus fenomena titik pos sekat antar Aceh bagian selatan Kota Subulussalam dengan Provinsi Sumut, Kabuapten Pakpak Bharat jadi catatan tersendiri.
Adapun titik perbatasan Aceh-Sumut tersebut, yakni Gajah Putih Desa Lae Ikan, Penanggalan, Kota Subulussalam. Seharusnya ideal titik pos sekat dipasang dan soal layak atau tidak, tentu ada anggaran untuk mengkondisikan. Desa Lae Ikan perbatasan Aceh-Sumut harga mati, tak logis alasan dialihkan pos sekat ke tempat lain.
Lalu pertanyaan sejumlah pihak, ‘kok pos sekat tak dibuat di titik perbatasan itu Desa Lae Ikan’. Kenapa di Desa Jontor yang letak jaraknya antar kedua desa itu tidak lebih dari 15 kilometer?.
Apa karena ada Jembatan Timbang Unit Pelaksana Penimbangan Kenderaan Bermotor (UPPKB) Dinas Perhubungan Aceh dengan sejumlah fasilitas atau alasan lain. Apakah kebijakan ini justru tidak terkesan menapikan jika Desa Lae Ikan-lah titik perbatasan yang seharusnya dikedepankan?.
Portal di UPPKB berbatas masjid satu-satunya di desa itu bukan tak dilema. Paling tidak dan mendasar, terkesan ada pengabaian hak jamaah. Pasalnya, portal di sisi kiri dan kanan (barat utara) masjid membuat jamaah tak nyaman memasuki area masjid.
Karena itu, jamaah berharap portal dijadikan satu titik di bagian tengah pintu gerbang masjid. Sehingga jamaah mengendarai sepeda motor masuk dari sisi barat atau timur sedikit lebih leluasa dan memarkirkan kandaraan di halaman masjid. Konkritnya, pemasangan portal perlu ditinjau ulang kembali. Dan kalau satu masa masih akan ada ‘Sekat Batas’ warga berharap kepada pemerintah agar diposisikan di Lae Ikan.***
Penulis : Khairul
Editor : VID